Dimana ini? Aku melihat kedua telapak tanganku, pandanganku terkadang kabur terkadang jelas. Kepalaku berdenging hebat, memekakkan telinga.
“Sadar Jom, bangkit! Kejar dia, kejar dia!”
Itu teriakan ibu, ia menangis hebat, aku sedang tergeletak dipangkuannya, Ibu mengguncang-guncang tubuhku, berusaha membangunkanku.
“Perempuan itu telah membunuh ayahmu, ia juga harus mati.” Aku mencoba melihat ke sisi lain, samar-samar terlihat ayah bersimbah darah, tersungkur di depan perapian.
“Apalagi yang kau pikirkan Jom, kejar dia!”
Aku kembali mengarahkan pandanganku ke arah ibu. Mengapa tatapan ibu seperti itu? matanya merah wajahnya menghitam, aku tidak pernah melihatnya seperti ini.
Aku semakin bingung, ku coba bangun, berjalan terhuyung-huyung, denging di kepalaku tak kunjung reda, seperti habis dipukul benda tumpul.
“Kejar dia anak durhaka!” Aku membalik kebelakang, ibu melemparku dengan sebuah kendi tanah liat yang berisi air bau anyir dan beraneka rupa bunga-bunga busuk, cairan itu membasahi sekujur tubuhku. Perlahan aku merasakan ada kekuatan yang masuk, energi yang begitu kuat. Tubuhku kemudian terasa memanas dan amarah yang menggebu-gebu muncul mengalir dari ubun-ubun hingga ke jantung. Seketika kemudian aku berlari dan terbang, terbang mengejarnya, pembunuh ayahku.