Supermoon

Adel Romanza
Chapter #12

Si Paling Idealis

Harus terus melangkah ditengah moral yang tak kunjung membaik,

Harus terus melangkah ditengah tidak adanya ketulusan,

Harus terus melangkah tanpa tahu kemana ujungnya,

Karena yang masih belum memiliki akal tidak mengetahui jalan-jalan terbaik,

sementara yang memiliki akal tidak bisa menguasai raganya.


“Kau yang menulis kata-kata itu Bud?”

“Bukan, Ayahku.” Aku dipaksa mampir ke rumah Budi sepulang sekolah siang ini. Katanya karena buah kalimuntiang tempo hari tidak terlalu berkesan bagiku iya ingin menggantinya dengan masakan ibunya yang sangat lezat tiada tara, dan kali ini Budi berhasil. Gulai kepala kakap dengan sentuhan cabai rawit hijau itu membuat perutku begah. Masakan Hera saja yang masih remaja sudah enak, apalagi Ibu Budi yang sudah berpengalaman puluhan tahun. Kampung bolehlah tertinggal dalam hal teknologi namun tidak dalam urusan dapur. Nikmat Tuhan mana lagi yang engkau dustakan kawan.

Sehabis makan kami berleha-leha sebentar di kamar budi yang sangat sederhana. Dipan besi mirip dipan zaman kompeni Belanda dengan susunan papan sebagai alas yang kurang rapat, jadilah permukaan kasur yang sudah tipis itu menjadi tidak rata. Dulu ini kamar ayahku waktu bujang, begitu kata Budi ketika pertama kali aku masuk ke kamar ini. Di salah satu dinding terpampang puisi pendek karya ayah Budi, sedikit kutaksir kira-kira memaparkan tentang sebuah idealisme hidup yang harus terus dipegang apapun penghalangnya, termasuk diri sendiri. Ayah Budi memang seorang idealis sejati. Walaupun belum keliatan tapi saya yakin Budi mewarisi sifat itu.

Di luar jendela aku melihat beberapa ekor burung terkurung di dalam sangkarnya, namun sangkar itu tidak memiliki pintu. Aneh! Aku mencoba mendekat untuk mendapatkan pengamatan yang lebih baik. Benar, tidak memiliki pintu.

“Bud, kau ini aneh, kau tidak takut burung-burung peliharaanmu itu kabur?”

“Sudah hampir setahun seperti itu Jom, aku sengaja membuang pintunya, memberi mereka pilihan ingin tetap di sangkar atau lepas ke alam bebas, tapi nyatanya sudah hampir setahun mereka tidak keluar. Ada yang pergi tapi kemudian balik lagi. Comfort zone Jom.”

“Hahaha ... memangnya burung tau apa tentang comfort zone? Kacau!!!”

“Lah ... kau lihat saja sendiri, pikir coba, sangkar memang sempit tapi lapar tinggal makan, haus tinggal minum, semua sudah disediakan, tidak harus susah-susah berburu. Dan di dalam sangkar tidak ada predator yang mengancam nyawa mereka.”

Lihat selengkapnya