Supermoon

Adel Romanza
Chapter #16

Palasik

Tidak seperti biasanya, sehabis magrib ini ayah duduk diluar rumah. Pilu melihatnya berjalan tertatih-tatih sambil memegang mug besi berisi teh yang ia racik sendiri, menuju kursi panjang yang terbuat dari bambu yang sudah tua. Aku menyusul tapi tidak berani mendekat, namun ayah malah menoleh dan menggeser duduknya mengisyaratkan agar aku duduk di sebelahnya. Banyak hal yang ingin aku bincangkan, sepertinya begitu juga dengan ayah. Akan banyak hari-hari kedepan yang kuhabiskan berdua dengannya.

“Ayah, mengapa dulu Ayah mau diajari ilmu kotor ini? Apakah kemudian ayah tidak menyesal?”. Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulutku tanpa ragu.

“Semuanya sulit Jom, dengan tubuh cacat Ayah tidak bisa menemukan kebahagiaan. Semakin berjalannya waktu semakin tidak bisa menerima keadaan. Memiliki aneka hasrat besar tapi tidak bisa disalurkan itu sulit. Ditambah lagi sebatang kara, sama sekali tidak berguna di tengah masyarakat. Kemudian Maidang datang menawarkan hidangan lain. Nafsu bertemu hasrat, berkolaborasi untuk mengalahkan akal pikiran. Padahal seharusnya akal pikiranlah puncak teratas, mengendalikan semua. Jiwa yang suci terbebas dari kehendak, berpasrah diri adalah kunci kebahagiaan. Apapun yang menimpa kita, apakah menjadi hal yang baik atau buruk, kitalah yang menentukan”.

“Ayah mengenyampingkan itu semua?”.

“Ya dan Ayah telat menyadari itu Jom, menyesal dikala ashar. Dikala masanya memeras keringat yang mengendap di baju sudah datang, dikala malam yang sudah mendekat, waktu menuju akhir. Tidak ada lagi yang bisa ayah lakukan selain mencegah anakku melakukan hal yang sama.  

“Sampai kapanpun, Ayah bagiku adalah yang terbaik, hanya itu yang kutahu Yah”.

“Mmmm...ya..Ayah tau itu”.

“Jom”.

“Iya”. Ayah mengeluarkan sebuah senter dari sakunya, ia menyinari sudut rumah kami secara bergantian.

Lihat selengkapnya