Supermoon

Adel Romanza
Chapter #18

Sabai nan Aluih #4

Mantirah! Sebutan untuk binatang sejenis tupai tapi berwarna orange, badannya kecil panjang dengan ekor mengembang seperti gulali. Makhluk itu bisa dengan santuinya berjalan meniti kabel listrik dari satu tiang ke tiang berikutnya tanpa terjatuh. Sepertinya malam ini mereka akan mengadakan pertemuan di suatu tempat, merancang strategi, apalagi kalau bukan merampok kandang ayam Pak Tani! Warga desa menamai mereka begundal berhidung merah. Pasalnya mereka seperti gengster sadis jika berburu ayam, barbar! 

Adalah bedil angin, senjata yang digunakan untuk memburu mereka. Dimana tertembak, dia akan diam disitu, jika tertembak di tiang listrik maka ia akan memeluk tiang listrik itu erat-erat, bahkan jikapun sudah jadi mayat, tiang listrik itu tetap dipeluknya sangat erat hingga tubuhnya membusuk penuh belatung.

“Apa kau tidak takut berjalan sendirian malam-malam ke rumahku Jom?”

“Tidak, kebetulan ditemani gerombolan Mantirah di tengah jalan. Aku suntuk di rumah makanya kesini, apa kau keberatan Sabai?”

“Kau menuduhku tidak suka bergaul, namun lihatlah dirimu Jom, lebih suka berteman dengan binatang semak.”

“Ya, setidaknya mereka tidak suka membicarakanku di belakang.”

“Haha ... sejak kapan kau ketularan penyakitku Jom. Sepertinya ada yang mulai terganggu dengan dunia pergibahan.”

“Ya ... kau tau apa yang mereka bicarakan?”

“Apa?”

“Tidak pernah satupun orang yang kau tegur seperti aku, apalagi ditengah keramaian seperti di balai desa, mereka iri kepadaku, malah ada yang bilang aku main peletlah. Apalagi kemaren sewaktu kita pergi dengan mobilmu, mereka semakin menggebu-gebu membicarakan kita.”

“Hahahaha ... Hal seperti itu sudah tidak asing kan Jom, bukankah apapun jika aku terlibat di dalamnya akan menjadi pembicaraan heboh dimana-mana. Sebenarnya sama saja, setiap ada kejadian baru di desa ini akan heboh, hanya berbeda tingkat skalanya saja, begitulah desa. Di kota orang tidak akan mau tau jika kau punya sepatu baru mahal sekalipun, berbeda dengan di desa terpencil seperti disini, mereka bahkan akan menanyai dari mana kau dapat uang untuk membeli sepatu itu.”

“Mengapa kau selalu terkesan sangat membenci desa ini Sabai?”

“Hahaha menurutmu aku berlebihan ya ... Jom apa ekspektasimu ketika pindah dari ibu kota ke desa ini?”

“Ya ... memang ada beberapa hal yang diluar ekspektasiku, tapi bukan masalah besar. Baik kota maupun desa memiliki dosanya masing-masing. Tapi aku tahu, ini sudah jalan Tuhan, Dia tau mana yang terbaik.”

“Apa kau bersedia melakukan apapun demi Tuhan? Bukankah Tuhan sudah memberimu segalanya?”

“Aku percaya Tuhan tidak menuntut apapun kepada manusia, dia hanya memberi petunjuk, terserah manusia mau mengikuti atau tidak. Tuhan tidak bergantung kepada makhluk.”

“Apa kau punya keinginan Jom? Keinginan yang besar?”

“Tentu.”

“Apa kau sudah dijalan yang benar untuk mewujudkan keinginan itu?”

Lihat selengkapnya