Supermoon

Adel Romanza
Chapter #25

Pulang

“Kau begitu marah ketika kuberi tau Sabai diculik, sehingga hal yang fatal hampir saja terjadi.”

“Kukira bukan karena itu Hera, melainkan karena mendengar nama orang itu, Mantiko! Dia melukai ibuku tanpa belas kasihan. Ada ya, orang jahat seperti itu hidup dengan tenang di kampung ini, berpuluh tahun.”

“Kau sama sekali tidak khawatir dengan Sabai?”

“Tidak, aku tidak yakin dia diculik Hera.”

“Lho? Orang-orang seantero kampung sudah heboh Jom, setiap jengkal orang membicarakan itu.”

“Aku mengenal Sabai dengan baik.”

“Jadi?”

“Sabai menginginkan sesuatu dan tuan Mantiko bisa memberikannya.”

“Ilmu hitam?”

“Apalagi.”

“Ahh! Pantas kau bersikap biasa saja, aha...jangan-jangan nanti kalian bisa menyatukan kekuatan, pasangan pembela kebenaran!”

“Ngawurrr...!!! aku mendorong pelan kepala Hera, otaknya sudah mulai konslet sehingga berpikiran kemana-mana.”

“Budi apa kabar ya?”

“Ngk tau, dia tidak punya hak membencimu Jom! Mudah-mudahan nanti dia sadar.”

Bulan sabit di awal maret, menampakkan diri menggelantung di langit lepas. Lepas seperti perasaanku yang lega mengetahui Hera sama sekali tidak menjauhiku, ia sama sekali tidak berubah. Kami duduk saling bersila dikursi bambu di pekarangan rumahku, tempat biasa aku berdialog dengan Ayah dulu sambil menatap langit, pun sama dengan kami malam ini, sama-sama menatap langit, dan sang bulan sabit adalah sebagai alasan.   

“Kau menyuruhku berjanji untuk datang menemuimu ketika ritual ini selesai, tapi nyatanya kau malah menungguiku Hera.”

“Aku khawatir Jom, setiap hari keinginan untuk melihatmu itu semakin besar. Apalagi ibumu, dia selalu menanyakan tentang kondisimu.”

“Terima kasih kamu sudah merawat ibuku.”

“Tidak apa-apa, ibumu orang baik, sama seperti ibuku. Tapi sebaiknya kau membujuk ibumu agar mau dirawat lagi di rumah sakit, dia seharusnya masih di sana Jom, dia memaksa untuk pulang. Luka fisik, luka batin, trauma, ibumu sering mengingau tiap tengah malam.”

“Baik Hera, akan kucoba bujuk nanti, aku tidak ingin terjadi apa-apa padanya, hanya dia yang kupunya sekarang.”

“Aku?”

“Mmm?”

“Aku tidak kau hitung?” Hera memperlihatkan ekspresi merajuk gemes. Ala-ala bocah gemes.

“Kenapa kau masih mau berteman denganku? Padahal ini bisa saja membahayakanmu.”

“Aku tidak tau Jom, hanya mengikuti kata hati.”

“Kau telah mengenyampingkan mana yang salah dan mana yang benar.”

“Menemanimu bukan suatu kesalahan Jom, sama sekali tidak. Jika pertanyaan-pertanyaanmu barusan mencari letak keraguanku, maka kupastikan kau akan gagal.”

“Hera, dikondisi sekarang ini aku butuh seseorang yang selalu mendengarkanku, dengan adanya kamu aku tidak perlu mencari lagi, namun diwaktu yang sama aku takut kamu berubah Hera.”

“Aku tidak akan berubah, dan jangan sekali-kali minta aku untuk berubah. Aku bukan tipikal perempuan yang mudah goyah!”

“Tidak mudah goyah? Sejak kapan? Hah sudahlah, terima kasih ya.”

“Tapi.”

Lihat selengkapnya