Hari ini aku dan Irsan janji ketemuan di salah satu cafe sepulang sekolah. Ternyata menyebalkan rasanya, ketika kita punya pacar tapi beda kelas. Hmm, ya mau gimana lagi, toh kelasku dan kelas dia dibedakan karena tingkat nilai dan prestasi. Irsan berada di kelas unggulan dan elit, sedangkan aku yang otaknya pas-pasan berada di kelas biasa. Sungguh takdir yang tragis.
Setelah berada di cafe, kami pun memesan minuman. Seperti biasa Irsan tampak elegan dan berkarisma, duduk dengan santai sambil membaca buku yang dipegangnya sedari tadi. Sudah 1 tahun kurang lebih sejak kami jadian waktu awal masuk SMA dulu, tapi Irsan tetap menawan bahkan semakin menawan rasanya.
Entah apa yang dulu membuatku jatuh cinta kepadanya, ya selain karena Irsan memang telah dikenal semua orang dengan kejeniusan dan kepribadiannya yang keren. Banyak sekali anak perempuan yang naksir sama dia, tapi sikapnya yang dingin dan selalu menolak untuk berurusan dengan orang, hidupnya hanya ia jalani sendiri. Juga aktifitasnya hanya belajar dan belajar, bahkan setelah kami berpacaran pun, waktu berdua kami didominasi dengan belajar. Oh bukan kami tapi dia saja, kebetulan aku tidak terlalu suka belajar tapi aku suka ketika melihatnya belajar. Rasanya sekujur tubuhku berdebar, memompa butiran darah berbentuk hati, bahkan sesekali menyumbat otakku hingga seringnya melamun hanya fokus padanya tanpa memperhatikan sekitar.
Tapi aku tak peduli meskipun di sini hanya akulah yang selalu pasti mencintainya dengan tulus, tanpa mengetahui cintanya benar tulus atau bagaimana. Aku terlalu takut jika terus menuntut, dia akan kecewa dan kerepotan, jadi aku lebih sering diam.
“Hei, kamu lagi baca buku matematika kelas 3 yah?” tanyaku sambil mencomot makanan yang ada di meja.