Selesai makan siang dan beristirahat sejenak, Suster Miriam datang untuk membawa Sherly menuju ruang sarana latihan untuk pemulihan kaki yang cedera. Sementara itu, Friska memilih tetap duduk untuk menjaga tas dan barang lainnya sambil menonton film BL di ponselnya.
"Sus, saya boleh ikut lihat latihannya? Saya ingin tahu perkembangan kesembuhan adik saya," pinta Stanley sebelum adiknya dibawa keluar dari kompartemennya oleh Suster Miriam .
"Boleh, asal tidak mengganggu konsentrasinya ya. Nanti kamu berdirinya di dekat saya saja untuk mengamati perkembangannya."
Stanley mengiyakan, kemudian berjalan mengikuti Suster Miriam . Permintaan Gisela menjebak Reza dan kasus pembunuhannya sudah cukup menyita waktunya semenjak dua bulan lalu. Selain itu, sejak sibuk melakukan pekerjaan paruh waktunya beberapa bulan lalu, ia hampir tidak pernah memperhatikan baik-baik perkembangan adiknya.
Sejak kuliah, Stanley memang merasa hubungannya dengan sang adik sedikit merenggang. Dulu, mereka sering bercerita berbagai kejadian menarik yang dialami saat sekolah. Ia merasa bahwa kerenggangan tersebut merupakan hal yang wajar saat usia mereka mulai semakin dewasa, jadi ia tidak begitu mempermasalahkannya.
Yah, setidaknya hari ini ia ingin mencoba untuk berlaku sebagai kakak yang baik dan melihat langsung proses latihan adiknya. Toh, ia bahkan rela menyita sebagian besar waktu dan tenaganya untuk bekerja paruh waktu dan menghasilkan uang untuk membantu pembiayaan kesembuhannya. Ia ingin mengetahui sejauh apa perkembangan kesembuhan adiknya sekarang.
"Satu... Dua... Yak! Coba Jalan," ucap dokter yang membantu Sherly latihan berjalan.
Sambil menahan palang dengan kedua tangannya, Sherly mencoba melangkah dengan perlahan. Ia dapat menggerakkan kaki kanannya dengan lancar, namun masih kesulitan untuk melangkah dengan kaki kiri. Setiap memaksakan diri melangkah, Sherly tampak kesakitan.
"Kamu masih kesakitan?" tanya Stanley yang hampir bergerak menghampirinya, namun dicegah oleh Suster Miriam .
"Masih agak sih. Tapi, gak apa-apa kok. Aku coba melangkah lagi," jawab sang adik sambil terus melangkah.
Ia berusaha untuk berjalan di jalur yang telah ditentukan sambil tetap bertumpu pada kedua palang di sampingnya untuk membantunya berjalan. Dokter pengawas mencatat beberapa poin selama latihan berjalan, termasuk mengukur waktu yang ditempuh.
"Suster," ucap Stanley sambil menengok ke arah Suster Miriam yang berdiri di sampingnya, "Kira-kira, berapa lama lagi adik saya masih harus menjalani latihan seperti ini hingga bisa sembuh?"
Suster Miriam diam sebentar sebelum menjawab, "... Saya sebenarnya juga bingung sih, dik. Untuk kasus seperti dik Sherly , harusnya antara satu hingga dua bulan saja sudah sembuh. Apalagi kasusnya bukan patah tulang."
"Sudah yakin sus kalau adik saya benar-benar hanya lumpuh saraf sementara saja? Masa sih hampir enam bulan gini benar-benar gak ada kemajuan," ucap Stanley yang mulai terlihat emosi.
Wajahnya terlihat sedikit memerah akibat darah yang mengalir ke pembuluh di otaknya. Ia sudah banyak mengorbankan waktu dan tenaga untuk pengobatan adiknya, jadi ia merasa berhak untuk protes karena ternyata tidak ada perkembangan yang berarti. Apalagi, Rumah Sakit Masilo dikenal sebagai salah satu rumah sakit swasta terbaik di Indonesia.