Di saat kondisi mulai memanas, Stanley datang sebagai penyelamat. Pak Mario terkesiap karena kedatangannya. Melihat kedatangan Stanley, Friska memasang wajah sedikit lega sedangkan Sherly menoleh sedikit untuk melihat situasi.
"Jelaskan siapa Anda dan kenapa Anda mengganggu adik saya!"
"Oh? Friska adiknya Anda? Maaf, saya bukan bermaksud-"
"Bukan. Adik saya, Sherly. Tapi mau siapapun yang jadi adik saya, tetap saja saya lihat Anda membuat mereka berdua tidak nyaman."
Pak Mario melirik ke arah Sherly yang membalikkan kepalanya untuk melihat sang kakak, kemudian ia kembali melirik ke arah Stanley.
"... Ah. Saya... guru olahraga mereka berdua. Nama saya Mario. Salam kenal," ucapnya sambil berusaha menjabat tangan Stanley.
"Guru olahraga? Saya kok tidak pernah melihat Anda sebelumnya ya, terutama saat bulan pertama pas beberapa guru dan wali kelas datang menjenguk adik saya?" balas Stanley tanpa menjabat balik tangan Pak Mario.
"Oh, kebetulan waktu itu saya sedang ada urusan. Lalu, saya pikir sudah cukup diwakilkan juga oleh para guru lain."
Stanley masih memandang tajam guru tersebut, seolah belum percaya sepenuhnya atas penjelasan guru tersebut. Wajah Pak Mario mulai terlihat lebih tenang sekalipun dipandang setajam itu oleh Stanley.
"Kebetulan, ini saya sedang membantu menjaga keponakan saya yang dirawat di sini, terus kebetulan ketemu juga sama Sherly. Jadi, saya mau sekalian nanya kabarnya sambil meminta maaf kalau dulu gak sempat jenguk."
Sherly tampak membisikkan sesuatu kepada Friska saat Stanley masih menginterogasi sang guru.
"Selain itu, saya juga mau ngobrol beberapa hal dengan Sherly. Ada beberapa hal yang mau saya-"
"Ko Stanley, ini sudah mau jam pemeriksaan oleh Suster Miriam. Yuk, temenin," ajak Friska.
Stanley tampak berpikir sesaat atas ucapan Friska. Namun, belum sempat ia berbicara, Pak Mario langsung menyela.
"Maaf jadi menganggu. Saya rasa ini bukan waktu yang pas buat mengobrol. Lain kali saja ya," ucap Pak Mario sambil berjalan perlahan dan pamit kepada Sherly, Friska, dan Stanley.
Beberapa saat setelah guru tersebut pergi, Stanley menarik dan menghembuskan nafas dalam selama dua kali. Kemudian, ia berpaling ke arah Sherly dan Friska.
"Itu tadi beneran guru olahraga kalian? Kok sepertinya kalian terkesan menghindari sekali dia?" tanyanya dengan wajah yang sudah terlihat lebih tenang.
"Ohh!! Soalnya...," Friska berhenti berbicara seperti tampak mencari-cari alasan.
"Soalnya orangnya cerewet Ko. Terlalu pengen tahu kondisi aku gitu. Padahal aku udah bilang baik-baik aja dan lagi gak pengen banyak ngomong. Hari ini tuh harinya aku 'M' Ko," Sherly tiba-tiba bermuka cemberut.
"Oh... Oke," Stanley menggaruk belakang kepalanya sejenak, "Ya udah. Kalau gitu, Koko cariin makan dulu buat kalian ya. Pada mau dibeliin apa?"
"Nasi timbel donk Ko. Aku mendadak kepengen makanan Sunda," jawab Friska dengan bersemangat.