Empat puluh lima menit sebelumnya di dalam Labirin Hijau...
" Friska ."
Suara pria yang tidak asing di telinganya tersebut memanggil dirinya yang sedang mengobrol dengan mahasiswa panitia Labirin Hijau. Ia ingin mengabaikan Pak Mario dan lanjut mengobrol dengan mahasiswa tampan di hadapannya, namun Pak Mario langsung berjalan menghampirinya dan meminta kepada si mahasiswa untuk memberinya kesempatan berbicara.
"Fris, Bapak langsung aja. Apa kamu tahu kalau Sherly yang memasukkan pakaian dalamnya ke tas Bapak waktu kemping awal Januari?"
"Hah?" Friska mengerenyit, "Masa Sherly melakukan itu sih?"
"Fris, Sherly sepertinya punya obsesi tidak sehat kepada Bapak. Dengarkan cerita Bapak sebentar."
Pak Mario menjelaskan dengan singkat kebenaran yang terjadi saat kemping terakhir yang membuat Sherly jatuh terguling. Selain itu, ia juga sering menangkap Sherly meliriknya dengan tatapan yang tidak wajar sepanjang ia menjadi gurunya.
Awalnya, ia tidak begitu mempedulikannya dan mengira bahwa Sherly hanya sekedar mengaguminya saja seperti murid yang lain. Namun, insiden pakaian dalam dan kemping terakhir membuatnya sadar bahwa ada sesuatu yang salah.
"Fris, Bapak akan coba bicara baik-baik dengan Sherly dulu. Kalau tidak berhasil, Bapak terpaksa harus bicara dengan kakak atau orangtuanya. Dia masih di tempat kalian berpisah tadi?"
Pak Mario tampaknya sempat melihat dirinya bersama Sherly dan Stanley . Ia mengiyakan karena percaya Stanley bisa mengatasinya bila Pak Mario ternyata memiliki maksud tidak baik.
"Oke, terima kasih ya. Bapak langsung pergi dulu."
"Iya, sama-sama Pak."
Guru olahraga tersebut langsung berlari meninggalkannya. Dalam hati kecilnya, Friska sadar bahwa apa yang dijelaskan Pak Mario kemungkinan besar memang benar. Ia sendiri juga pernah menangkap sahabatnya tersebut melirik ke arah Pak Mario dengan tatapan tidak wajar.
'Sher, inikah alasannya kenapa kamu gak mau cerita ke aku kejadian lengkapnya saat kemping terakhir itu?'
***
Banyak orang yang berkumpul di sekitar tubuh Sherly dan Mario yang terkapar di tanah, berlumuran darah karena terjatuh dari tempat yang tinggi.
Sang kakak, Stanley , berteriak keras meminta tolong kepada petugas rumah sakit atau siapapun untuk menyelamatkan adiknya. Suster Miriam bersama beberapa perawat lain dengan sigap meminta kerumunan orang untuk bubar dan memberi jalan kepada petugas medis. Friska duduk meringkuk sambil menangis kencang melihat sahabatnya berlumuran darah.
"Itu, adiknya Stanley yang tadi dia cari-cari? Apa yang terjadi sebenarnya...," gumam Ansel pada dirinya sendiri saat melihat pemandangan mengerikan tersebut.
"Nge... ngelayang...," ucap seorang mahasiswa yang berdiri di dekat Friska .
"Huh? Lu bilang apa barusan Dit?"
"Gw... Gw ngelihat gadis sama pria tersebut... ngelayang tadi..."
Ansel berpikir sejenak. Apakah mungkin hal ini terjadi karena seseorang menggunakan kekuatan super?
"Dito, lu yakin gak salah lihat?"
"I... iya.... Harusnya lu bisa cek CCTV. Tadi teh gw sempat bareng sama mereka sebentar di area tugas balon ungu. Ada CCTV di sana..."
Ansel segera berlari ke tempat tunggu panitia sambil menyeret Dito. Monitor CCTV dipasang di sana agar panitia yang bertugas menjemput peserta yang menyerah bisa menunggu sambil bersantai. Ia meminta kepada salah seorang temannya yang berjaga untuk memutar ulang rekaman CCTV di area balon ungu.
"Berhenti mas di bagian ini," ucap Dito saat melihat rekaman tersebut di bagian dirinya pergi dari area tersebut.