"UWAHHH!!"
Peter tiba-tiba terbangun dari mimpi buruk yang baru saja dialaminya. Ia duduk diam dan mencoba merenungkan isi mimpinya sejenak.
'Aula gedung fakultas TI lama... Reza yang bersimbah darah... Dan dia nyalahin gw... Uh...'
Peter memegang bagian punggungnya yang pernah ditusuk oleh Gisela. Ia merasa mimpi buruk tersebut sangat nyata. Sudah berkali-kali ia mengalami mimpi buruk serupa sejak kejadian yang menewaskan sahabat pertamanya tersebut.
Ia merasa bahwa ini merupakan hukuman atas kontribusi yang dilakukannya terhadap kematian Reza meskipun ia tidak menyadarinya.
*TOK TOK!*
Suara ketukan pintu kamarnya membuyarkan pikirannya.
"Tuan Muda, sarapannya sebentar lagi selesai untuk saya siapkan di ruang makan. Hari ini, Anda ingin telur dadar atau ceplok?" tanya suara pria yang terdengar agak serak dari balik pintu.
"Emm... Dadar saja."
"Baik, Tuan. Ada tambahan makanan atau keperluan lain yang perlu saya siapkan sambil menunggu Anda turun ke ruang makan?"
"Engg... Gak ada sih. Makasih, Gerard."
Suara tersebut mengucapkan salam pamit dan menghilang. Peter mengambil ponsel untuk mengecek waktu, kemudian beranjak untuk pergi ke kamar mandi.
Peter bisa dibilang sebagai orang yang beruntung karena lahir di keluarga Ariwibawa yang kaya raya. Ayahnya memiliki jabatan penting di beberapa perusahaan sekaligus, seperti komisaris di Rumah Sakit Masilo. Ibunya memiliki bisnis butik pakaian di luar negeri.
Selain orangtua, ia sebenarnya memiliki seorang kakak perempuan. Sang kakak tidak pernah kembali pulang ke rumah sejak sepuluh tahun lalu terpisah dari mereka saat perjalanan liburan di Makasar. Polisi sudah dikerahkan untuk mencarinya, namun keberadaannya tidak pernah ditemukan hingga kini.
'Hmm... Hari ini cobain facial wash yang ini deh.'