Dua hari kemudian setelah Reza meninggal...
Edwin dan Ansel kaget saat mendengar 'pengakuan' yang diberikan oleh Peter. Selama ini, ia sudah mengetahui bahwa Gisela adalah anak dari Jonru Kapak Besi, salah satu pemilik bisnis ilegal distribusi narkoba terbesar di Indonesia.
"Ahh... Gw gak gak tahu kalau dia anak Jonru, tapi gw kurang lebih tahu kalau orangtuanya terlibat dalam bisnis ilegal semacam narkoba...," ucap Peter dengan agak tertatih karena luka di punggungnya masih terasa agak sakit.
"Lu... Lu tahu dari mana?" tanya Edwin dengan wajah yang tampak kesal, "Jangan bilang, lu juga udah tahu kalau ini cuma jebakan?"
"Gak, gw gak tahu kalau itu jebakan...," Peter menggelengkan kepalanya dengan kencang.
Dahi Edwin tampak mengerenyit sedangkan Ansel memangku dagunya dan menatap Peter dengan serius. Peter menghela nafas sejenak sebelum lanjut berbicara.
"Kalau orangtuanya... Pas SMP, dia dikucilkan dari pergaulan karena ada rumor yang beredar kalau dia anak pungut... Dan orangtua angkatnya punya bisnis ilegal seperti narkoba atau prostitusi..."
"Terus, kenapa lu gak bilang ke kita? Kan at least kita bisa sedikit waspada! Kalau lu ngomong, gw bisa lebih cepat keingat di mana pernah dengar nama cewek gila itu sebelumnya."
"Emm... Soalnya gw takut kalian jadi kepikiran terlalu jauh... Tapi, maksud lu tadi lebih cepat ingat, itu apa?"
"Waktu kita pertama kali berkenalan dengannya, gw merasa pernah mendengar namanya. Nah, pas malam acara K3, gw baru keingat kalau cici gw pernah nyebut nama dia sebagai anaknya Jonru."
"Eh? Kok bisa cici lu tahu nama anaknya?" tanya Ansel sambil mengalihkan pandangan ke Edwin.
"Cici gw kan jurnalis, jadi dia tahu beberapa informasi confidential seperti nama anak Jonru yang memang gak dipublikasikan."
"Ohh... Sori...," Peter menundukkan kepalanya.
Di dalam hatinya, Peter merasa sangat bersalah. Ia tahu Edwin tipe orang yang sering memiliki pertimbangan berbau negatif sehingga ia merasa tidak enak untuk membicarakannya. Ia merasa hal tersebut mungkin dapat memperlambat berseminya hubungan Reza dan Gisela, namun justru inilah yang menyebabkan mereka gagal mengantisipasi rencana busuk cewek tersebut.
"Lalu kalau lu tahu dan ingat soal Gisela...," Edwin berjalan perlahan mendekati Peter sambil mengepalkan tangannya, "Kenapa... Kenapa lu bantu bikin mereka jadi dekat?"
"Itu...," Peter tidak berani memandang Edwin, "Gw cuman pengen balas budi ke Reza. Dulu dia mau jadi teman dekat gw yang gak punya teman pas SMA, jadi gw juga pengen... Bantuin dia deket sama orang yang dia suka... Apalagi waktu itu Gisela sempet bilang ke gw kalau dia juga punya ketertarikan dengan Reza..."
"KETERTARIKAN? Iyah, ketertarikan untuk BALAS DENDAM! Kalau lu gak sok-sokan jadi mak comblang, mungkin sekarang-"
"Stop, Edwin. Peter juga terluka cukup parah. Bersyukurlah dia masih bernafas sekarang," Ansel memegang pundak Edwin untuk menyela ucapannya.
"... Tapi... Tapi... Kalau aja..."
"Gw juga punya andil dalam kejadian ini."
Wajah Edwin kembali terkejut. Ia menoleh ke arah Ansel dengan mata melotot, sementara Peter hanya melirik saja.
"Gw dan Reza gak bilang ke kalian kalau alasan sebenarnya kita konfrontasi dengan Stanley adalah meminta Stanley untuk gak maksa Gisela beli narkoba dari dia lagi, soalnya kita gak mau bikin kalian jadi gak enak dan terlalu banyak mikir. Yah, meskipun itu semua ternyata hanya sandiwara mereka untuk menjebak Reza..."