Setelah menunggu beberapa saat, lead yang ditunggu-tunggu oleh Satria dan Ellie akhirnya menampakkan dirinya di kafe Starbucky dan langsung menghampiri mereka berdua.
"Punten Mas sama Mbaknya. Maaf jadi menunggu saya ya," ujar seorang pria muda yang merupakan lead dari Satria. Logat bahasa Sundanya cukup terasa kental.
"Iyah gak apa-apa. Kan, tadi saya juga yang minta kamu makan dulu di sebelah. Sok, langsung pesan minuman dulu saja," balas Satria sambil mengarahkannya untuk pergi ke konter dan memesan minuman yang diinginkannya.
Ellie tampak memperhatikan sepintas penampilan pemuda bernama Dito tersebut.
Penampilannya tampak seperti mahasiswa kebanyakan yang diketahuinya: kaos lengan pendek hijau polos sedikit kebesaran, celana jeans biru, sneaker putih, wajah dan rambut yang tidak begitu dirawat. Dito merupakan seorang mahasiswa yang kuliah di Universitas Taruna Bangsa, kampus yang sama dengan tempat adiknya kuliah saat ini.
Menurut jurnalis kenalan Satria, Dito adalah anggota UKM Outdoor yang sempat membantu acara Taman Labirin Hijau di Rumah Sakit Masilo tempo hari. Ia adalah satu-satunya orang selain Ellie yang melihat dengan jelas penampakan korban percobaan bunuh diri saat itu, Sherly dan gurunya, melayang ke langit sebelum akhirnya jatuh kembali ke bumi.
"Hatur nuhun (terima kasih) yah Mas, sudah dibayarin. Saya teh jadi gak enak," ucap Dito yang kini membawa segelas Caramel Macchiato dingin di tangannya dan duduk di hadapan Ellie.
"Ah, santai aja. Oh ya, bon makanan di restoran tadi kamu kasih ke teman saya ini ya. Namanya Ellie. Dia yang bayarin untuk makanan kamu," Satria menunjuk ke arah Ellie yang tersenyum kecut.
Ia berusaha keras menahan mimik mukanya agar tidak terlihat seperti ingin berteriak, sedangkan Satria tersenyum tipis memperhatikan bawahannya tersebut.
***
Setelah saling memperkenalkan diri dan berbasa-basi seadanya, Satria meminta Ellie untuk mengeluarkan ponselnya. Ia meminta Ellie untuk menunjukkan foto yang diduga kuat adalah Sherly dan gurunya yang sedang berdiri melayang di luar lantai sembilan jendela gedung Rumah Sakit Masilo.
"Waduh punten, ini Mbaknya yang ambil foto?" tanya Dito sambil mengamati foto tersebut.
"Iyah Mas Dito. Kebetulan banget saya lagi di sana dan sedang melamun ke arah langit. Eh, saya kebetulan lihat mereka berdua. Sayang aja sih karena jendelanya agak kotor, hasil tangkapan fotonya gak terlalu jelas."
Dito mencoba memperbesar tangkapan foto tersebut dan fokus kepada wajah kedua orang di dalamnya.
"Ohh... Iya. Saya ingat. Ini teh benar mbak yang waktu itu pakai kursi roda bareng sama mas-mas muda brewokan yang ternyata gurunya."