Sore harinya, Gisela mengajak Elisa untuk menemaninya di kamar. Kamar Gisela terletak di lantai dua restoran, namun letaknya tersembunyi sehingga pengunjung biasa tidak akan mungkin menemukan jalan untuk masuk ke sana. Area lantai dua merupakan area yang tersambung dengan ruang istirahat pegawai restoran dan tentunya tidak dibuka untuk umum.
Di dalam kamar, Gisela mengintip dari balik gorden ke arah luar jendela.
Ia sedikit rindu menghidup udara segar di luar. Namun, ia paham bahwa ia belum bisa bebas karena menjadi buronan polisi. Satu-satunya sisi positif yang terpikirkan olehnya adalah masuk ke sel penjara yang sama dengan ibunya, Jonru Kapak Besi. Namun, ia tidak ingin ditangkap hingga membalas dendam kepada penyekapnya.
"Nona Gisela, saya paham kalau kamu rindu pergi keluar. Namun, sebaiknya hindari mengintip dari jendela terlalu sering. Kita tidak tahu bila ada yang diam-diam mengawasi restoran ini dari luar," ucap Elisa yang duduk tegap di dekat Gisela.
"Bukannya Mother bilang kalau restoran ini tidak diawasi oleh polisi ya?"
"Benar. Mata-mata kami di kepolisian pasti akan menginformasikan kepada kami kalau ada razia ataupun pergerakan di sekitar area ini. Namun, yang saya maksud adalah pelaku penyekapan Nona, atau kaki tangannya."
Mendengar hal tersebut, Gisela menyelesaikan kegiatan mengintipnya dan menghempaskan dirinya ke arah ranjang. Ia memeluk bantal sambil memainkan kakinya seolah sedang berenang dengan gaya bebas.
"Hei, Elisa. Kira-kira... aku bisa kembali hidup normal lagi gak yah..."
Elisa tidak langsung menjawab pertanyaan tersebut. Ia memejamkan matanya sebentar, seolah sedang memikirkan kata-kata yang tidak akan menyinggung anak dari klien terbesar Mother tersebut.
"Saya... kurang tahu. Setelah Nona mengikat kontrak dengan Korona lewat aplikasi tersebut, saya rasa hidup Nona tidak akan bisa kembali normal. Nona Gisela harus benar-benar menjaga agar durasi kekuatan super kamu tidak sampai habis."
"Oh, bukan masalah itu sih. Yang aku maksud, hidup seperti dulu."
Gisela sempat membenamkan kepalanya sejenak ke bantal yang dipeluknya, kemudian lanjut berbicara.
"Aku pengen bareng papa dan mama. Mereka janji untuk keluar dari bisnis narkoba dan membangun restoran yang kelak akan diwariskan ke aku. Aku bisa membanggakan pekerjaan mereka, terus bekerja normal, lalu jatuh cinta dengan normal..."
Gisela menghentikan gerakan kakinya, namun ia memeluk bantal lebih erat. Wajahnya memancarkan sedikit ekspresi sedih.
"Kalau itu, saya rasa masih ada harapan sambil menunggu kedua orang tua kamu bebas. Namun, sulit sekali untuk mewujudkannya di Indonesia, kecuali nama Nona sudah terhapus dari daftar buronan polisi."
"Hei, memangnya di PHANTOM, gak ada orang yang punya kekuatan super untuk memanipulasi informasi?"
Elisa kembali diam sejenak untuk memikirkan jawabannya.