Superpower - Your Life Is The Price

Alexander Blue
Chapter #96

Time Freeze - Bagian 28

Begitu menampakkan dirinya setelah membuka pintu toilet dapur lantai dua, Nara sangat terkejut karena Stanley berdiri di hadapannya.

"Nak... Nak Stanley? Anda tersesat? Atau toilet di bawah penuh? Kalau mau, ada toilet juga kok di ruang makan lantai ini-"

"Bu Nara, tadi Anda berbicara sendiri di dalam toilet?" tanya Stanley sambil melirik ke arah ponsel yang sedang dipegang Nara.

Di layar ponsel tersebut, tampak jelas tampilan aplikasi perekam suara. Nara segera menyembunyikan ponselnya dari pandangan Stanley.

"Oh... Tidak kok. Tadi... Tadi... Saya hanya sedang latihan pementasan drama saja untuk perayaan susulan ulang tahun Tuan Muda. Saya... Saya cuman berpura-pura untuk menjadi ibunya lalu-"

"Bu Nara, Pak Gerard bilang bahwa tidak ada acara lagi setelah acara hari ini. Selain itu, Ibu terlihat seperti orang yang tertangkap basah melakukan sesuatu yang buruk."

Nara terlihat panik.

Ia tidak berani memandang Stanley sama sekali dan berusaha untuk pergi. Namun, Stanley menghalangi jalannya.

"Bu, saya tadi mendengarkan beberapa kalimat yang Ibu ucapkan di dalam toilet. Gaya bicara Ibu persis seperti orang berbicara kepada anak kandungnya. Siapa Ibu sebenarnya?"

"Sa... Saya... Saya...," Nara gemetaran dan tetap tidak memandang Stanley.

"Bu, apakah sebenarnya ibu adalah-"

"Pembuat pesan dari Nyonya Besar."

Gerard si kepala pelayan tiba-tiba muncul sambil membawa botol anggur kosong. Sepertinya ia bermaksud untuk mencari botol anggur cadangan di dapur.

"Pak Gerard? Maksudnya pembuat pesan itu, apa?"

"Sebelumnya, saya mohon agar Anda merahasiakan ini dari Tuan Muda."

"... Tergantung penjelasan dari Pak Gerard, saya akan pertimbangkan untuk tidak memberitahukannya."

Gerard mengangguk pelan dan menghela nafas sebentar sebelum mulai menjawab.

"Nyonya Besar terlalu sibuk sehingga ia tidak pernah benar-benar merekam pesan untuk Tuan Muda. Sebagai gantinya, ia hanya memberikan poin penting pesannya kepada Nara dan membiarkannya yang membuat pesan rekaman. Tuan Besar juga tahu hal ini, kok."

Stanley diam sejenak untuk mencerna penjelasan Gerard.

Memang masuk akal, apalagi seingat dia, Peter pernah bercerita bahwa ia hampir tidak pernah lagi berbicara langsung dengan sang ibu saat ia pulang ke Indonesia karena sangat sibuk. Mungkin ini memang caranya untuk menjaga hubungan baik dengan Peter.

"... Maaf kalau saya terkesan lancang, tapi ini bukan karena Peter anak haram, kan?" ucapnya sambil memandang tajam ke arah Nara.

"Tidak. Tenang saja. Ada banyak saksi yang melihat Nyonya Besar Olivia hamil dan melahirkan Tuan Muda di Rumah Sakit Masilo. Saya bisa tunjukkan foto persalinannya kalau mau."

Stanley diam sejenak. Wajahnya masih tetap terlihat tegang.

"Oke, jadi ibunya benar-benar tidak punya waktu sedikitpun untuk membuat pesan rekaman yang hanya beberapa menit itu?" tanya Stanley.

Ada rasa kesal yang ia berusaha untuk tahan sebisanya. Ia selalu merasa ingin emosi bila mendengar ada hal buruk yang pernah atau sedang menimpa Peter.

"... Benar. Oleh karena itu, mohon jangan memberitahu Tuan Muda. Hatinya bisa hancur bila ia tahu Nyonya Besar bahkan tidak mau meluangkan waktu lima menit untuk membuat pesan suara yang asli."

Stanley segera melakukan ritualnya untuk meredam emosinya seperti biasa: menarik nafas panjang dan menghembuskan sekaligus selama dua atau tiga kali.

"Baik. Saya pikir dengan kondisinya sekarang, memang sebaiknya ia tidak perlu diberi kejutan tak menyenangkan lain. Tapi, saya pribadi berharap agar suatu hari nanti, ibunya benar-benar mau meluangkan waktu untuk Peter," ucap Stanley yang sudah lebih tenang.

"Tentu. Terima kasih untuk pengertiannya, Nak Stanley."

Pria tampan tersebut mengangguk dan pamit kepada kedua pelayan senior tersebut untuk pergi ke kamar Peter. Gerard yang awalnya berdiri di jalur keluar segera menghindar agar tidak menghalangi Stanley berjalan.

"Kak... Terima kasih ya," ucap Nara sambil mengelap keringatnya yang mengucur karena gugup.

"Iya, tidak apa-apa Dik. Kita harus melindungi rahasia keluarga Ariwibawa, apapun risikonya," Gerard mengelus kepala sang adik, "Demi kita juga..."

Nara menganggukkan kepalanya, kemudian pergi bejalan keluar dari dapur untuk mengecek makanan yang habis di lantai pertama.

Lihat selengkapnya