Namaku Carlo, seekor anjing berjenis Siberian Husky berumur tujuh tahun. Aku tinggal bersama dengan manusia bernama Satria, adiknya Yudha, serta mama mereka. Makanan favoritku adalah kepingan snack daging merk Sir Canin dan aku paling benci dengan bau durian.
Sabtu siang menjelang sore ini, aku diantar oleh Satria untuk menemui dokter hewan di klinik hewan langganan kami di sekitar Jakarta Barat. Kami sudah menunggu hampir setengah jam di ruang tunggu ini.
Aku menoleh ke sekitarku.
Sepertinya, cukup banyak majikan yang mengantar peliharaan mereka ke sini. Jadinya, ruangan ini sedikit berisik dengan gonggongan anjing ataupun erangan kucing lain. Apalagi, ruang tunggu ini tidak begitu luas.
"WOOF! WOOFF!"
Aku menyalak ke arah Satria yang tampak mengantuk saat menunggu antrian. Wajahnya sempat berubah menjadi kaget.
"Hei, Carlo," ucap Satria sambil mengelus kepalaku tiba-tiba, "Makasih sudah bikin aku terjaga ya. Kemarin malam aku begadang, jadi masih ngantuk."
"WOOF!"
Iya, tidak apa kok. Kamu pasti bekerja keras untuk mendapat uang yang banyak biar bisa membelikan aku snack Sir Canin, kan? Aku gak akan protes kok, asal nanti pulang dari sini aku ditraktir ya.
Ah, tapi aku ingin berbaring sejenak dulu. Kepala aku masih terasa sedikit pusing sejak menghirup cairan yang keluar dari botol di toilet waktu mengusir burung pengganggu itu. Ugh.
" Carlo , kamu mulai mual lagi?" Satria turun dari kursi dan segera berlutut di samping aku.
"WOOF...."
Iya, sedikit. Tapi, sudah gak parah sih sebenarnya.
Aku mendongak ke arah Satria dan menjilat lehernya sampai dia menjadi tersenyum.
Aku tidak begitu tertarik menjilati wajahnya karena masih ada beberapa bekas bulu yang belum dicukur. Ayo donk, masa kamu lebih malas mencukur bulu dibandingkan sama aku, Sat?
"Haha! Good boy, Carlo. Sepertinya kamu memang lebih sehat dibandingkan tempo hari ya."
"WOOF!!"
Aku menggoyangkan ekorku dengan pelan. Senangnya hati kecilku ini karena majikanku yang satu ini memang sangat pengertian.
"Ih, kayak yang mengerti bahasa anjing aja...."
Eh? Aku mendengar suara gumaman tersebut dari anak perempuan yang kursinya berada di samping Satria . Gadis berkuncir dua tersebut sedang duduk sambil memandang sinis majikanku.
"Oh? Aku memang kurang lebih bisa paham kok Dik sama sobat berbuluku ini," ucap Satria dengan sedikit keras sambil menggelitik telingaku.
Bagus!
Memang majikanku yang satu ini protektif ke aku. Sedikit beda dengan adiknya yang cenderung lebih cuek. Untung pendengaran Satria sedikit tajam, jadi dia mendengar gumaman gadis itu.
"Memangnya Om bisa terjemahin kata per kata dari peliharaannya Om, gitu?" tanya si gadis dengan wajah agak masam.
Majikanku tidak langsung membalas. Ia segera memperhatikan sejenak penampilan gadis yang rambutnya dikuncir dua tersebut.
Si gadis yang mulutnya agak tajam tersebut masih menggunakan seragam sekolah dengan rok biru gelap. Di pangkuannya, seekor kucing mungil berwarna putih belang coklat tampak bersender manis ke perut si gadis. Bulu-bulunya terlihat halus saat sesekali dielus oleh si gadis.
"Meuww~"
Eh? Apa kamu bilang, Meong? Majikanku aneh?
Enak saja! Satria mungkin sedikit berbeda dari manusia lain karena bulu di wajahnya cepat tumbuh, tapi dia gak seaneh Yudha yang bisa berkutat sama mesin laptopnya dua puluh empat jam dalam sehari di kamarnya lho.
"WOOF!! WOOOF!"