Hari Jumat malam, Karen pulang dari rumah duka bersama adiknya, Friska.
Jenasah ibu mereka berdua masih disimpan di rumah duka dan baru akan dimakamkan keesokan paginya. Frans, ayah mereka, tinggal di rumah duka bersama beberapa anggota keluarga mereka. Ia yang menyuruh kedua putrinya tersebut untuk pulang beristirahat di rumah.
Setibanya di rumah, Karen yang menggunakan rok terusan hitam berjalan terhuyung lemas ke ruang keluarga dan duduk di sofa. Ia menyalakan televisi dan memutar siaran random, namun pandangan matanya tidak fokus. Sementara itu, Friska langsung berlari ke lantai dua menuju kamarnya.
'Uhh... Ya Tuhan... Kenapa harus seperti ini, sih...'
Karen berkali-kali tertunduk lesu dan ingin menangis, namun tidak ada air mata yang keluar. Beberapa hari ini, ia sudah terlalu banyak mengeluarkan air mata sehingga daerah matanya menjadi sembab. Ia sangat terkejut dan sedih saat hari Minggu kemarin tubuh ibunya ditemukan di toilet gereja tempat ia melangsungkan ibadah perkawinan.
'Padahal... Mamah terlihat baik-baik aja pas resepsi pernikahan hari Sabtu, meski gelagatnya memang sedikit aneh. Kayak bukan si Mamah yang biasanya... Dan, kenapa juga dia maksa pergi ke gereja itu di hari Minggu lalu tiba-tiba tewas seperti korban Kasus Merah...'
Saat tubuh Mira ditemukan, media massa langsung ramai memberitakannya sebagai korban baru Kasus Merah yang sudah lama tidak memakan korban. Korban terakhir yang diketahui oleh masyarakat umum adalah kasus yang terjadi di Kota Tua Jakarta pada bulan April lalu. Artinya, sudah sekitar setengah tahun hingga akhirnya muncul korban baru.
*RIINGG!*
Nada panggilan masuk ke ponsel Karen berupa penggalan lagu You Are The Reason dari Calum Scott tiba-tiba berbunyi. Karen sempat terkesiap sedikit dan menemukan suaminya, Riki, yang menelepon dirinya. Ia buru-buru menerima panggilan masuk tersebut.
"... Halo?"
"Ren? Udah di rumah?" tanya Riki dengan suara sedikit bergetar.
"Iya, aku udah sampe bareng Friska. Kamu kenapa? Kok suara kamu agak serak?"
"... Iya, Ren. Oma aku kayaknya gak bisa bertahan lama. Ini beberapa anggota keluarga lagi pada ke sini, buat ikutan ngejaga...."
Nenek dari Riki memang sudah sakit keras sejak lama. Sejak permintaan terakhirnya untuk melihat sang cucu menikah terkabul, kesehatannya justru semakin memburuk. Ia dirawat inap di Rumah Sakit Masilo sejak hari Minggu, bertepatan dengan hari ditemukannya tubuh Mira.
Musibah yang menimpa baik keluarga Karen maupun Riki ini menunda rencana Karen untuk pindah tinggal bersama suaminya, meskipun mereka baru saja menikah resmi. Untuk sementara, mereka masih tinggal terpisah dulu hingga suasana sudah sedikit tenang.
"Aku ikut pergi ke sana gimana?"
"Jangan Ren, gak apa-apa. Kamu harus istirahat untuk besok... Oma pasti ngerti kok," suara Riki bergetar lebih kencang dari sebelumnya.
"... Oke. Aku mau istirahat dulu ya. Kamu kabari lagi aja perkembangannya ya."
Mereka berdua segera menyudahi pembicaraan dan menutup panggilan. Setelah itu, Karen kembali tertunduk lesu. Ingatannya mulai kembali ke saat ia memeluk Mira pertama kali di hari pernikahannya.
Seandainya ia lebih cepat memperbaiki masalah komunikasi di antara mereka, mungkinkah ibunya masih akan hidup?
Lalu, apa sebenarnya yang ibunya lakukan hingga bisa tiba-tiba mendatangkan ayahnya, atau calon suaminya saat dulu sangjitan?