Stanley merasa bingung saat diseret ke kamar Evan.
Sekalipun lebih pendek dari dirinya, adik dari Edwin ini ternyata memiliki tenaga yang lumayan kuat. Padahal, badannya tidak begitu terlihat berotot. Setahu Stanley, ia juga bukan termasuk orang yang gemar berolahraga atau pergi ke gym.
Jadi, darimana datangnya tenaga sekuat ini?
*KLIK!*
Pintu kamar langsung dikunci oleh Evan begitu keduanya sudah berada di dalam. Kamar Evan memiliki luas yang kurang lebih sama dengan Edwin, namun terlihat lebih berantakan.
Seprai di ranjangnya tampak sedikit kusut, beberapa CD lagu dibiarkan berserakan di atas meja, buku-buku pelajaran yang tidak ditumpuk dengan rapi, dan bahkan ada poster dinding yang bagian kanan atasnya copot. Sepertinya, Evan sangat menyukai drama Korea karena ada poster dan beberapa merchandise yang terlihat berasal dari drama Korea terkenal, seperti Reply 1988.
'Huh, bener juga kata Edwin. Dedenya yang satu ini lumayan fanatik sama Kdrama. Gw yang doyan film barat aja gak pernah pasang poster di kamar.'
Sementara Evan mengeluarkan dan menyalakan laptopnya, Stanley berjalan menghampiri beberapa poster dinding yang ditempel di kamar maupun lemari pakaiannya. Ia mengenali salah satu poster yang menampilkan anggota boyband dari Korea Selatan, EXO.
"Lu juga suka dengerin Kpop kayak Edwin?" tanya Stanley sambil mencoba membetulkan tempelan poster dinding yang hampir copot di sebelah poster EXO.
"Iya, tapi gak sefanatik dia sih. Gw cuma suka dengerin EXO, Red Velvet, dan BTS. Kalau si Koko sih, hampir semua grup gede dia ikutin. Apalagi Blackpink, seharian bisa ngulang lagu yang sama," jawabnya sambil membuka file esai di laptopnya.
"Oh, I see," Stanley berhasil membetulkan letak poster yang nyaris copot tersebut, "Terus... Tadi lu kenapa? Kok gw ngerasa ada aura hostility dari lu sepanjang kita makan. Haha."
Evan melirik ke arah Stanley sambil menggembungkan sedikit pipinya.
Sepertinya, ia tidak senang dengan sikap ramah yang Stanley tunjukkan ke arahnya? Jika tidak ingat kalau Evan adalah adik dari Edwin yang baru saja mulai menjadi teman barunya, Stanley mungkin sudah langsung memencet pipi pria berponi ini untuk membantu meredam emosinya.
"Jawab jujur ya. Lu ada maksud apa pedekate sama cici gw?" tanya Evan sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"What?" mata Stanley terbelalak, "Pedekate gimana?"
"Gw tadi liat lu deket-deket sama Cici di dapur, terus dia juga kayaknya tadi antusias banget ngobrol sama lu. Lu mau rebut si Cici dari kak Satria ya?"
Tunggu. Tunggu. Stanley merasa ada sesuatu yang sangat salah dalam semua penyataan yang dilontarkan Evan hingga ia tidak mampu berkata apa-apa.
"Gw udah berat hati banget nerima si Cici jadian sama Kak Satria, meskipun dia gak mengakuinya. Sekarang, lu tiba-tiba datang dan mau ngerebut Cici pake aura tampan lu? Kenapa gak cari yang sepantaran aja sih di kampus?"
'Is... this kid living in a delusional world? Dia pasti miskom parah gara-gara tadi lihat gw bantuin pegang piring yang hampir jatuh dari tangan Ci Ellie dari belakang. Dan, apaan juga itu aura tampan. Haha.'