Gavin berdiri di dekat jendela kamarnya yang menghadap ke arah taman depan rumahnya untuk menikmati pemandangan malam hari.
Cahaya yang dihasilkan dari lampu-lamu taman cukup jelas memperlihatkan butiran-butiran hujan yang turun membasahi bumi. Sesekali, suara gemuruh petir terdengar menyambar meskipun tidak begitu kencang.
'Sedikit lagi... Semuanya akan berhasil....'
Pria paruh baya yang masih terlihat cukup segar tersebut menarik nafas panjang. Ia mencoba mengingat beberapa kenangan akan perjalanannya meniti karir berbisnis.
Perjuangannya hingga memiliki jabatan rangkap komisaris di beberapa perusahaan dan akhirnya CEO di perusahaan rintisan teknologi terkenal sungguh tidak mudah. Banyak waktu, tenaga, pikiran, dan bahkan darah yang harus ia korbankan untuk mencapai posisinya saat ini.
'Teguh... Sedikit lagi, mimpi kita waktu itu sebelum membangun SHAPE akan terwujud.'
Gavin menenggak gelas minuman berisi anggur yang ditaruh di atas meja di dekatnya sambil tetap memandang ke luar jendela.
Hanya tinggal lima hari menuju pengangkatan resminya sebagai CEO Diamond yang baru menggantikan Bu Samantha yang tewas dibunuh. Peresmian tersebut merupakan salah satu prosesi penting di acara Christmas with Diamond yang akan diadakan hari Sabtu ini.
Hanya saja, ia merasa perlu berjaga-jaga. Ia sudah meminta bantuan kepada Mother untuk melindunginya dari siapapun yang mengirim ancaman pembunuhan kepadanya saat acara tersebut berlangsung.
*TOK TOK!*
Suara ketukan pintu kamarnya membuyarkan lamunannya. Ia menyuruh orang yang mengetuk untuk membuka pintu.
"Tuan Besar, mohon maaf mengganggu," ucap Nara sambil masuk dan menutup pintu di belakangnya, "Barusan ada pesan dari Nyonya Besar Laura untuk Anda."
Nara bergegas mendekati Gavin dan menyerahkan sepucuk surat yang dibungkus amplop berwarna hijau dengan stempel lilin merah berlogo huruf A.
"Baik, terima kasih Nara. Kamu bisa kembali ke pekerjaanmu," ucap Gavin sambil tersenyum.
"Ah, Tuan. Sebelumnya, saya boleh meminta ijin untuk mengambil cuti satu hari di Sabtu ini?"
Gavin memegang dagunya. Ia tampak heran karena kepala pelayan wanita tersebut tidak pernah mengambil cuti selama sepuluh tahun terakhir ini.
"Oh, tumben sekali. Kamu mau pergi berlibur?"
"Bukan, Tuan. Saya ingin mengunjungi kakak saya. Dia jatuh sakit dan sedang dirawat. Apa boleh?"
"Oh, tidak apa-apa. Sakit apa?"
"Kurang jelas sih, Tuan. Saya dengar sih semacam penyakit jantung."
Gavin diam sebentar memandang Nara.
Sekalipun saudaranya sedang mengidap penyakit serius, mimik wajahnya tidak berubah. Sejak dulu, ia memang tahu bahwa Nara jarang sekali menampilkan variasi mimik muka. Suaranya bahkan masih terdengar tegas seperti biasa, namun ia tidak merasa bahwa kepala pelayan tersebut berbohong.
"Tentu, tidak apa-apa. Saya titip salam untuk saudara kamu ya," Gavin menepuk ringan pundak kiri Nara, "Gerard tidak mau sekalian ikut?"