[4 Hari Menuju Acara Christmas With Diamond]
Setelah melalui perjalanan dari bandara selama hampir dua jam akibat macet, Olivia akhirnya tiba di rumah ibunya sambil menenteng koper besar.
Wanita berambut merah tersebut menyeka sepintas pakaiannya yang terkena rintik air hujan gerimis, kemudian berjalan ke arah pintu masuk. Ia memperhatikan sejenak rumah sang ibu sambil menunggu pintu dibuka.
Di pintu masuknya terdapat ukiran motif wanita penunggu pantai selatan yang terkenal di seluruh masyarakat Indonesia.
‘Mamah tidak berubah ya. Dari dulu masih senang dengan ukiran makhluk-makhluk cerita mistis Indonesia'.’
Begitu masuk ke dalam rumah mewah tersebut, Olivia menitipkan seluruh barang bawaannya kepada salah satu pelayan untuk dibawa ke kamarnya. Ia meminta kepada seorang pelayan lain untuk mengantarnya menuju ruang bersantai tempat ibunya berada.
‘Uh, hari-hari di mana aku harus ketemu Mamah bikin mood aku jelek….’
Begitu tiba di ruang santai, pelayan segera menginggalkannya. Ada banyak ornamen atau lukisan terkait suasana Indonesia jaman dulu, seperti pembangunan candi atau perjuangan jaman penjajahan.
Sang ibu, Laura Ariwibawa, tampak duduk santai mencicipi pai stroberi sambil menonton suatu acara televisi.
“… Hai, Mah.”
Olivia menyapa sekedarnya sambil menghampirinya, namun tetap menjaga jarak yang cukup signifikan.
Sang ibu yang terlihat sedikit bungkuk namun masih cukup cantik untuk usianya yang sudah berkepala tujuh tidak berbicara hingga acara televisi menayangkan pariwara.
“Anak durhaka seperti kamu gak wajib untuk menyapa ibunya.”
Olivia mengepalkan tangan di belakang tubuhnya.
“Mah, apa yang akan Mamah lakukan ke Gavin?”
Laura berhenti mengunyah sesaat dan melirik ke arah anaknya. Namun, ia tetap menjaga sikap tenangnya dan menyeruput sedikit gelas Peach Tea yang terletak di samping piring kue.
“Memang urusan kamu apa?” Laura mengambil remot televisi dan memindahkan acara, “Kamu kan gak cinta sama dia.”
“Aku masih consider dia sebagai teman,” Olivia melipat tangan di depan dada. Wajahnya menegang.
“Hah, demi mengejar cinta yang tak pantas ke luar negeri, kamu menolak menjadi penerus Mamah.”
“Mah, kita bukan sedang membahas masa lalu aku. Apapun yang Mamah rencanakan, sebaiknya hentikan saja. Aku yakin hasilnya gak akan baik.”
“Oh,” Laura tersenyum sinis, “Jadi kamu sebenarnya tidak tahu kan, apa yang Mamah rencanakan?”
Olivia menggertakkan gigi.
“Yang pasti, Mamah akan mencegah warisan Ariwibawa jatuh ke tangannya dan membuat nilai-nilai matriarki keluarga kita punah.”
Olivia mendunduk sambil memikirkan sesuatu.