[3 Hari Menuju Acara Christmas With Diamond]
"Yud...."
Seseorang memanggil nama Yudha. Ia ingin merespon, namun matanya masih terasa berat. Entah sudah berapa lama ia tertidur hanya beralaskan lantai yang dingin ini.
Hal terakhir yang ia ingat adalah ayahnya, Dokter Candra. Ia berlari mengejar ayahnya saat selesai makan di suatu restoran martabak, namun seseorang tiba-tiba memukul tengkuk lehernya dengan keras hingga pingsan.
"Oi, Yud!"
Suara itu kembali memanggil dirinya, namun Yudha tidak peduli. Kesadarannya memang sudah kembali sejak beberapa saat lalu, namun ia merasa masih ingin menikmati gelapnya dunia.
Sudah terlalu lama ia memendam kesedihan ini. Barangkali, ia bisa kabur dari kepahitan hidup dengan memilih diam saja di sini.
Apakah ada orang yang mau mencelakakan dirinya?
Silahkan, ia juga sesungguhnya sudah merasa bosan hidup.
'Gw... gak ingin bangun lagi dari kondisi ini...'
Yudha memeluk tubuhnya sendiri dan mencoba memutar tubuhnya sehingga posisinya menjadi telungkup. Namun, begitu sadar bahwa alas tidurnya adalah ubin lantai yang dingin, ia kembali mengubah posisinya menjadi terlentang.
"Oiii Yudha!!"
Suara teriakan tersebut terdengar sangat keras di dekat telinga kanannya. Yudha terpaksa membuka mata dan bangun dalam posisi duduk untuk mencari sumber suara menyebalkan tersebut.
"Akhirnya bangun juga lu. Jangan pura-pura tidur di kondisi gini ah!" Evan tampak duduk cemberut di dekatnya.
"Hah?" Yudha menggosok matanya, "Memang lu tahu dari mana kalau gw sudah bangun?"
"Suara ngorok lu sudah hilang sejak setengah jam yang lalu. Gw tahu lah," Evan tersenyum jahil.
Yudha terdiam menahan malu.
Ia mulai melihat ke sekelilingnya dan menemukan bahwa mereka berada di dalam ruangan kaca tebal transparan. Jarak tempatnya duduk dengan kaca yang mengelilinginya tidak begitu jauh namun tidak dekat juga.
Kakinya dan kaki Evan diikat masing-masing oleh seutas tali rami yang terhubung ke salah satu tiang di dalam ruangan tersebut. Ikatan tersebut sangat kuat dan tidak bisa ia buka hanya dengan tangan saja.
Di sebelah ruangan kaca tersebut, Carlo juga tampak diikat di dalam ruangan kaca yang lebih kecil. Wajah anjing Siberian Husky tersebut tampak ceria ketika melihat dirinya. Ia menggoyangkan ekornya sambil menggonggong beberapa kali.
"WOOF! WOOFF!"
Kedua ruangan kaca yang mengurung mereka bertiga tampaknya berada di tengah-tengah ruangan kosong yang luas. Hanya ada pintu besar berwarna putih, jendela berkaca gelap panjang, dan beberapa tempat duduk yang berjejer di luar ruangan kaca ini.