“Fi, kau mau dikamar mandi sejam ta? Cepetan.” Suara ayah yang semakin lemah menyeruku dari dalam mobil. Kalian tahu apa yang dinamakan mobil? Bukan seperti mobil yang beroda empat yang ada pada tahun 2000an, mobil yang dimaksud di sini menyerupai kendaraan yang hanya bisa dinaiki oleh satu orang pengemudi. Mobil ini merupakan cucu dari sepatu roda yang ada pada tahun 2000an. Biasanya mobil ini terjual dengan harga yang sangat murah di agen-agen perjalanan dengan berbagai variasi. Menggunakan baterai sebagai daya cadangan serta memanfaatkan matahari sebagai sumber utama penggeraknya. Bentuknya mirip sepatu roda biasa, hanya sedikit dimodifikasi dengan sebuah teknologi anti grafitasi dan sebuah alat yang digunakan untuk mengkonversikan cahaya matahari sebagai daya utama mobil ini.
Cara mengendarainyapun cukup mudah, hanya perlu sedikit menekan ke depan jika ingin berjalan dan menekan kebelakang jika ingin berhenti. Ada sebuah alat keseimbangan yang bisa menjaga otomatis keseimbangan pengemudinya. Cukup mudah bukan. Dan perkembangan mobil ini semakin ngebooming, bahkan ada perlombaan mobil setiap tahunnya. Perlombaan itu ada kategori freestyle, kecepatan, modifikasi, dan masih banyak kategori yang lain. Sama seperti di tahun 2000an.
Ayahku berumur seratus tahun lebih lima puluh tahun. Katakan saja seratus lima puluh tahun. Manusia pada jaman sekarang memang berumur lebih lama, bahkan rector di kampusku sebulan yang lalu baru saja berumur dua ratus tahun. Sejak seratus tahun yang lalu, para peneliti kedokteran di kampusku sudah mengusahakan untuk memperpanjang umur manusia. Karena menurut mereka lebih baik membuat orang pintar itu berumur lebih lama daripada menghasilkan manusia baru dan mengajarinya dari awal. Tentunya biaya yang dihasilkan untuk mengajari manusia baru lebih mahal daripada untuk memanjangkan umur para orang pintar dengan sebutan peneliti itu.
Sedangkan aku sendiri, perkenalkan namaku Imam Hanafi. Seorang mahasiswa kedokteran yang berumur empat belas tahun. Tapi karena makanan dan lingkungan tempat kami tumbuh membuat anak usia empat belas tahun di tahun 2125 menjadi sama dengan anak tujuh belas tahun di tahun 2010. Aku lahir tepat lima tahun sebelum pemerintah memberlakukan kebijakan pelarangan proses kelahiran di Surabaya.
Sejak tahun 2106 pemerintah Surabaya melarang keras adanya kelahiran. Mungkin dikarenakan Surabaya saat itu sudah sangat sesak, bahkan manusia yang masuk kuliahpun diharuskan untuk membayar udara yang mereka hirup, air dan banyak lagi tagihannya dalam bentuk pajak. Dan untuk mengurangi kepadatan Surabaya, maka pemerintah mengetatkan kebijakan kependudukan. Nah, pada tahun 2106 itulah sebuah babak baru dari Surabaya terjadi. Selain dilarangnya kelahiran bayi, pemerintah terus saja memecat sebagian besar pegawai negeri yang berada di pemerintah itu sendiri. Mereka dirumahkan dan dipaksa untuk segera kembali ke kampung halaman. Selain itu, pemerintah juga mulai mengotak-atik wilayah akademisi. Pemerintah mulai men-DO banyak mahasiswa yang mempunyai nilai di bawah sembilan puluh dengan alasan mahasiswa yang mempunyai nilai di bawah sembilan puluh tidak memenuhi kualifikasi sebagai mahasiswa. Banyak juga kegiatan ekonomi yang dipaksa untuk bangkrut dan meninggalkan Surabaya. Dengan kata lain, pemerintah meninginginkan Surabaya kosong.
Dari banyaknya peraturan baru tersebut, maka terseleksilah sedikit manusia yang bertahan di Surabaya. Akan tetapi, kebijakan baru tersebut menimbulkan banyak polemik sosial yang menjadi masalah baru di kota ini. Banyak pemberontakan kecil-kecil yang muncul sejak ditahun neraka itu, 2106. Mereka semua menyebutnya sebagai tahun neraka karena pada saat itu manusia yang tidak sesuai kualifikasi maka akan dibuang dengan seenaknya oleh pemerintah. Pemberontakan kecil-kecil itu pada mulanya mampu dihadapi oleh pemerintah dan terkadang terjadi pembunuhan yang mengerikan untuk meredam pemberontakan itu. Akan tetapi pada suatu ketika, para mahasiswa yang memenuhi kualifikasilah yang memberontak. Mereka menamakan diri sebagai the qualified. Mereka bergerak di bawah tanah, artinya mereka tidak pernah secara langsung mengatakan perang terhadap pemerintah. Mereka hanya menghasut sebagian pengusaha untuk menggulung usahanya dan mulai meninggalkan Surabaya. Dengan begitu semakin banyak pengusaha yang meninggalkan kota ini maka kota akan semakin tampak mati.
Dan memang itulah yang terjadi. Pada tahun 2108, Surabaya memang benar-benar mati seperti keinginan pemerintah. Pada Desember 25, tahun 2108 inilah pertama kali para mahasiswa yang tergabung dalam The qualified muncul dipermukaan. Mereka mengadakan pesta yang meriah di kampus yang sekarang menjadi kampusku dengan kembang api yang banyak serta tumpukan buku yang mereka bakar. Dan sebuah reklame besar yang bertuliskan, Surabaya dalam sebuah Utopia.
Pemerintah geram, pihak pemerintah langsung membumi hanguskan para mahasiswa yang mengadakan pesta itu dengan sebuah bom kecil yang mereka jatuhkan dari helicopter pertahanan mereka. Hanya beberapa orang yang selamat pada malam itu dan sampai sekarang aku tidak pernah mendengar nama mereka kembali menyeruak. Seperti itulah dongeng Surabaya.