Surat Cinta

Bluerianzy
Chapter #1

1. Menanti

Saat sinar matahari menerangi bumi di siang hari, banyak orang-orang yang berlalu-lalang dengan berbagai alasan. Seperti menjualkan dagangan dari pagi sampai malam, menunggu kendaraan umum di pinggir jalan, menghela napas karena kelelahan, mengistirahatkan diri di pinggir toko, berjalan di trotoar dengan langkah terburu-buru, tapi di sini yang menjadi fokus utama adalah saya yang menanti seseorang. Seseorang yang amat saya rindukan berpuluh-puluh tahun lamanya tanpa ada kabar maupun kepastian.

Jujur saja, sampai detik ini saya tidak tahu bagaimana kabarnya. Apakah dia masih tertawa sambil menutup mulutnya? Apakah dia masih memberikan makanan kepada kucing liar yang ditemui? Dan apakah dia masih suka memakan buah apel di teras rumah? Kalau memang masih, sedikit pun ingatannya tidak menghilang tapi kenapa dia tidak mengingat janjinya untuk bertemu dengan saya di tempat ini?

Langit siang yang begitu cerah kenyataannya membuat hati saya terluka, bagaimana bisa langit begitu cerah sementara saya menunggu kedatangannya tanpa ada kepastian yang jelas? Ya, saya selalu menanti kehadirannya meski harus datang ke tempat ini beratus-ratus kali.

Langit siang yang terlihat menyebalkan itu membuat beberapa kenangan yang tersimpan rapi di kepala tiba-tiba berhamburan seperti lembaran kertas yang terhempas ke udara, lantas hal pertama yang saya ingat adalah saat pertama kali kami bertemu, tempatnya di pinggir jalan ketika saya ingin menyeberang pada pertemuan kedua adalah toko kelontong yang akhirnya saya bisa mengetahui siapa namanya.

Tentu banyak hal yang saya rindukan darinya, mulai dari senyumnya yang manis juga memikat, suara tawanya yang renyah, wajah lucunya ketika sedang terkejut, pelukannya yang hangat, aroma tubuhnya yang wangi, dan masih banyak lagi.

Selain langit siang yang membuat saya teringat sesuatu, langit siang itu juga membuat saya memikirkan sesuatu dan tentunya masih berhubungan dengannya yaitu mengenai ungkapannya yang konyol dan saya selalu mengingatnya hingga akhirnya kedua sudut bibir ini terangkat membuat seulas senyuman.

Katanya dia ingin menjadi awan yang bisa meneduhkan banyak orang dari sinar matahari yang panas, katanya dia ingin menjadi pohon yang bisa dijadikan tempat untuk burung kecil tinggal, dan terakhir dia ingin menjadi rumah untuk saya. Intinya dia ingin menjadi pelindung untuk siapa pun.

Ya, saya mengakui jika dia memang memiliki tekat yang kuat untuk melindungi sesuatu karena alasan kami berpisah adalah dia ingin melindungi saya tapi nyatanya hal itu membuat saya terluka. Saya hanya ingin dia selalu ada bukan malah pergi dengan alasan 'melindungi karena' saya tidak membutuhkan hal itu. Kalau waktu bisa terulang kembali saya tidak akan membiarkannya pergi, saya cukup menyesal karena seharusnya saya yang melindunginya.

Sampai kapan saya akan begini? Duduk di emperan toko menunggu kedatangannya membuat saya menghela napas sambil menundukkan kepala menatap surat yang ada di genggaman tangan, surat yang sudah lecak karena selalu digenggam dengan erat. Surat itu sengaja saya tuliskan untuknya, surat yang berisi tentang kerinduan dan berujung menaruhnya di laci kecil samping tempat tidur saya.

Dari semua surat yang pernah saya tulis, tidak ada satu pun yang sampai ke tangannya. Andai saja surat yang saya tulis bisa menemukan tempat tujuannya mungkin saya tidak akan merasa putus asa.

Lihat selengkapnya