Ibu tidak henti-hentinya memperlihatkan senyuman bahagia saat Kinanti berdiri di depan matanya dengan malu-malu, masih dengan seulas senyumannya Ibu yang menatap Kinanti berkata, "Kamu cantik sekali, Nak."
Pujian yang Ibu berikan mampu membuat Kinanti tersenyum dan mungkin perempuan itu semakin bertambah malu."Terima kasih, Bu."
Saat kami datang Ibu langsung menyuruh Kinanti duduk dan segera Ibu bergegas ke dapur untuk membuatkan teh hangat serta beberapa makanan kecil yang cocok dijadikan camilan seperti singkong rebus dan talas.
"Silakan diminum tehnya mumpung masih hangat, jangan sungkan-sungkan ya."
Dari yang saya lihat Kinanti mengangguk pelan dan bibir tipisnya kembali mengukir seulas senyuman. "Iya, Bu. Tapi bolehkan saya izin pergi ke kamar mandi sebentar?"
"Boleh nak, silakan. Kamar mandinya ada di dekat dapur."
"Terima kasih," ucapnya yang segera membuat Kinanti beranjak dari duduknya dan melangkah pergi menuju kamar mandi yang letaknya berdekatan dengan dapur.
Setelah perginya Kinanti Ibu yang kebetulan duduk di sebelah saya segera merapatkan dirinya seakan ada banyak hal yang ingin beliau tanyakan pada anaknya.
"Itu temanmu yang pernah memberi ubi ya?"
Kedua mata ini mengerjap padahal waktu itu saya hanya mengatakan jika seseorang yang memberi ubi adalah teman dan sempat Ibu bertanya apakah temannya itu perempuan? Dan tentu saya menjawab iya. Tapi di saat saya belum menyebutkan namanya dengan hebatnya Ibu sudah berhasil mengetahui orangnya.
Dan untuk menjawab pertanyaan Ibu saya mengangguk singkat, setelah satu pertanyaannya terjawab Ibu mengangguk-angguk.
"Omong-omong, kenapa malam-malam begini temanmu datang?"
Untuk pertanyaan kedua saya belum bisa menjawab dengan jelas karena sampai detik ini saya belum mengetahui penyebab Kinanti menangis di pinggir jalan tadi.
"Boleh dia menginap di rumah, Bu?"
Ibu terlihat terkejut, tentu saja karena saya sudah menduganya sejak awal lantas dengan penuh keyakinan saya menatap Ibu dengan lekat. "Dimas tidak bisa menjelaskan sekarang, Bu. Tapi bolehkan dia menginap di sini untuk beberapa hari?"
Awalnya Ibu sempat terdiam sampai akhirnya beliau tersenyum dengan kepala yang mengangguk singkat. "Boleh, tentu saja boleh."
"Terima kasih, Bu."
Saya senang? Tentu saja, karena jika Ibu tidak mengizinkan Kinanti akan tidur di mana malam ini? Tapi untungnya Ibu mengizinkan meski beliau belum mengetahui alasannya dan beberapa menit kemudian Kinanti sudah kembali bahkan mendudukkan dirinya di kursi yang tadi.
"Kamu sudah makan, Nak?" tanya Ibu sekadar basa-basi.
Kinanti sempat terdiam beberapa detik entah karena apa, tapi akhirnya kepala itu menggeleng pelan. "Belum, Bu."