Surat Cinta

Bluerianzy
Chapter #16

16. Kecewa, Tapi Tak Apa

Saya berdiri menatap sebuah rumah megah dan luas yang letaknya berada di tengah kota, rumah itu memiliki dua lantai bercat putih gading dan bergaya klasik. Rumah megah yang tentunya dihuni oleh keluarga yang memiliki banyak uang serta kekuasaan, dan Kinanti adalah salah satu penghuni rumah tersebut.

Menatap rumah megah itu selama dua menit menimbulkan perasaan iri sekaligus tidak percaya diri. Saya iri karena pasti Kinanti dan keluarganya dapat tidur dengan nyenyak tanpa takut kegerahan bahkan digigit nyamuk, selain itu apa pun yang Kinanti inginkan pasti dalam hitungan detik segera terwujudkan lalu dia tidak perlu susah payah bekerja demi sesuap nasi, dan terakhir Kinanti pasti tidak akan takut untuk menghadapi hari esok dan seterusnya.

Seperti apa yang saya katakan sebelumnya, selain iri saya pun juga tidak percaya diri dengan alasan tertentu. Kinanti berasal dari keluarga terpandang sementara saya sebaliknya dan sempat saya berdebat pada diri sendiri. Haruskah saya memasuki rumah itu? Tapi Kinanti ada di dalam sana dan saya sangat merindukannya.

Lantas saya mengambil napas dan mengeluarkannya secara perlahan karena meyakinkan diri adalah salah satu hal yang harus saya lakukan. Dengan langkah penuh keyakinan saya menghampiri pagar rumah yang tingginya mencapai dua meter, saya celingukan mencari seseorang yang sekiranya bisa saya tanyakan keberadaan Kinanti.

"Anda mencari siapa?"

Saya menoleh pada seseorang yang berdiri di belakang saya, orang itu adalah pria paruh baya yang tinggi badannya sebatas bahu saya. Jika dilihat dari penampilannya sepertinya beliau bekerja di rumah keluarga Kinanti dan entah beliau bekerja sebagai apa.

"Apa benar ini rumahnya Bapak Yono?" tanya saya sekadar basa-basi.

Pria paruh baya itu membalas dengan anggukan singkat. "Benar, Anda memiliki keperluan dengan pemilik rumah? Sudah ada janji sebelumnya?"

Sempat saya meringis pelan kemudian menggarukkan kepala. "Begini, Pak. Sebenarnya kedatangan saya ke rumah ini karena ingin bertemu dengan anaknya beliau yang bernama Kinanti."

Pria paruh baya itu nampak terkejut, wajahnya yang sempat terlihat ramah beralih tegas. "Maaf, Nona Kinanti tidak ada di rumah."

Saya tidak tahu, ucapan pria paruh baya itu bisa dipercaya atau tidak tapi yang jelas saya akan menunggunya sampai perempuan itu datang. "Jika boleh tahu, kapan Kinanti akan pulang, Pak? Saya akan menunggunya di sini."

Pria paruh baya itu mengangkat bahunya sebentar. "Tidak tahu, kamu pergi saja karena Bapak Yono tidak akan mengizinkan anda untuk bertemu dengan anaknya."

Beliau berucap seraya membuka pintu gerbang yang sempat terkunci, merasa memiliki kesempatan untuk masuk saya menahan pintu gerbang agar tidak ditutup olehnya. "Sebentar saja, izinkan saya untuk bertemu dengan Kinanti."

Tampangnya yang tidak bersahabat semakin terlihat, mungkin beliau berpikir saya terlalu memaksa hingga mengakibatkan tubuh saya didorong olehnya. Pria paruh baya itu segera mengunci pintu gerbang tidak membiarkan saya untuk masuk.

"Pak, tolong buka gerbangnya. Izinkan saya bertemu dengan Kinanti sebentar!"

"Pak!"

Beliau pergi mengabaikan saya yang terus meminta bantunya. Memang kedatangan saya tidak disambut ramah olehnya akan tetapi diri ini tidak akan menyerah begitu saja, saya akan tetap menunggu sampai Kinanti keluar.



Lihat selengkapnya