Surat Cinta

Bluerianzy
Chapter #17

17. Demam

Setelah membersihkan badan dari rumah Kinanti yang membawa kekecewaan, di malam sunyi saya yang tidak melakukan apa-apa sedang menatap langit-langit kamar dengan pikiran yang terpecah belah. Kepala ini masih mengingat jelas bagaimana megah dan luasnya rumah Kinanti dan karena hal tersebut diri ini langsung merasakan perbedaan antara saya dan dia. Bagaikan langit dan tanah. Begitu jauh dan tidak tergapai.

Benar, saya langsung sadar diri jika diri ini memang tidak memiliki apa pun yang bisa dibanggakan, tidak seperti Kinanti yang memiliki semuanya dalam genggaman tangan. Tapi apakah dia bahagia dengan kehidupannya? Tentu tidak, karena saya tahu dari tampangnya yang berkata demikian dan memang hidup bebas memang lah yang terbaik meski tidak memiliki apa pun.

Berbicara soal Kinanti, setelah pulang ke rumah dengan keadaan basah kuyup meski memakai payung. Sampai detik ini saya belum mengatakan pada Ibu mengenai Kinanti, saat beliau bertanya saya habis dari mana jawaban saya adalah habis mencari Kinanti dan belum juga berjumpa.

Memang berbohong itu adalah tindakan yang salah, tapi jika saya bercerita mengenai Kinanti yang terkurung di rumah mewahnya saya takut Ibu akan semakin khawatir padanya.

Karena hari semakin malam, saya memejamkan mata pergi ke alam mimpi yang sebentar lagi akan saya masuki.








Terbangun dari tidur bukannya membuat tubuh saya terasa segar, tapi justru sebaliknya. Kepala saya terasa pusing, suhu tubuh menghangat bahkan badan saya terasa lemas. Saya tahu sepertinya tubuh ini mulai merasakan sakit karena kemarin kehujanan, tapi saya tidak boleh lemah karena saya harus berangkat bekerja.

Karena waktu terus berjalan, saya mendudukkan diri di tepi ranjang berdiam diri sebentar dengan harapan semoga rasa pusing cepat menghilang tapi sayangnya rasa pusing di kepala semakin terasa. Melawan rasa sakit di kepala saya segera berdiri meninggalkan kamar karena harus siap-siap berangkat bekerja.

Di dapur suara Ibu yang sibuk memasak terdengar karena kamar mandi berada di dekat dapur jadi saya harus melewati dapur yang di mana ada Ibu yang sibuk menggoreng tahu. Kedatangan saya membuatnya menoleh sebentar, tadinya saya pikir Ibu tidak akan menyadarinya tapi dugaan saya salah.

Beliau mengerutkan kening seraya menatap wajah saya agak khawatir. "Wajah kamu pucat, kamu tidak apa-apa, Nak?"

Saya merapatkan bibir karena memang saya merasa tidak enak badan, tapi diri ini tidak bisa mengatakannya langsung pada Ibu.

"Kamu demam?" Ibu berjalan menghampiri lantas menaruh telapak tangannya di kening saya. "Hari ini tidak usah berangkat kerja ya? Kamu istirahat saja di rumah," pintanya yang lantas membuat saya menghela napas.

Lihat selengkapnya