Surat Cinta

Bluerianzy
Chapter #19

19. Kebahagiaan Dua Kali Lipat

Kinanti tersenyum, manis sekali dan berhasilnya dia membuat saya semakin jatuh cinta. "Mas Dimas sungguh menyukai saya?"

Lantas tanpa adanya keraguan sama sekali di dalam diri ini saya mengangguk. "Sejak pertama kali saya melihat kamu, saya langsung tertarik padamu. Awalnya saya pikir perasaan ini hanya sesaat tapi dugaan saya salah, semakin hari saya memikirkan mu bahkan merindukanmu. Maaf jika pengakuan saya ini terkesan tiba-tiba, saya mohon jangan menjauh ya."

Perempuan itu masih mempertahankan senyumnya. "Tidak, Mas. Saya tidak akan menjauhi Mas hanya karena pengakuan itu, karena jika boleh jujur pun saya juga menyukai Mas Dimas."

Saya melongo sebentar sampai akhirnya saya menutup mulut karena saking tidak percayanya. "Saya tidak salah dengar, kan?"

Sambil tersenyum malu perempuan itu menggeleng singkat.

Bagaimana reaksi saya? Tentu saja bahagia, siapa sih yang tidak senang saat perempuan yang disukai ternyata memiliki perasaan yang sama? Dan itu tandanya cinta saya tidak bertepuk sebelah tangan.

"Terima kasih, Kinanti. Saya bahagia sekali," ungkap saya yang sepertinya malam ini saya bisa tidur dengan nyenyak.

"Sama-sama, Mas."

Saya terkekeh pelan karena sungguh diri ini tidak pernah menyangka akan mendapatkan seorang kekasih yang cantik juga baik hati. Namanya Kinanti dan sampai kapan pun saya akan menjaganya dengan sepenuh hati.

"Oh iya, hari ini kamu pulang ke mana?" Saya bertanya demikian karena memang diri ini agak bingung untuk mengantarkannya pulang ke rumahnya atau ke rumah Nenek Ijah.

"Rumah Nenek Ijah, Mas. Saya tidak betah tinggal di rumah," jawabnya seraya mengerucutkan bibirnya sedikit, lucu sekali.

"Padahal rumah kamu bagus loh," sahut saya dengan maksud bercanda.

Dan beberapa detik kemudian Kinanti menghela napas. "Tapi untuk apa saya tinggal di rumah mewah jika kenyataannya saya merasa kesepian?"

Kinanti berkata demikian dan hal itu membuat saya terdiam sejenak karena sepertinya uang dan kemewahan tidak bisa membayar rasa kesepian yang Kinanti alami di rumah itu. Tapi untung saja ayahnya berada di luar kota karena setidaknya Kinanti yang tinggal bersama Nenek Ijah tidak mengeluhkan tentang dirinya yang merasa kesepian.

"Omong-omong, kapan ayahmu pulang?"

"Sekitar satu minggu lagi."

Saya mengangguk singkat karena itu tandanya saya memiliki waktu sekitar satu minggu untuk membuat Kinanti senang dan saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Tadinya saya berniat mengajaknya jalan-jalan sebentar sekadar memakan es krim seperti waktu itu akan tetapi langit yang terlihat mendung membuat saya mengurungkan niat karena takut hujan akan turun tiba-tiba yang akibatnya Kinanti kehujanan dan terserang demam.

Lalu jika Kinanti demam, bisa saja dirinya merasa sedih karena harus beristirahat di atas tempat tidur dan tidak melakukan banyak hal. Jika Kinanti sedih itu tandanya saya tidak bisa membuatnya senang, benarkan?

"Saya antar pulang ya?" Kinanti membalas dengan anggukan singkat, tapi sebelum kedua kaki ini melangkah ada sesuatu hal yang ingin saya lakukan dan terlebih dahulu saya harus bertanya padanya atau mungkin lebih tepatnya meminta izin padanya dan padahal saya belum mengatakan apa-apa, tapi entah kenapa saya sudah salah tingkah. 

"Kenapa, Mas?" Kinanti bertanya menyadari sikap saya yang sepertinya berlebihan alias menggigit bibir menahan senyum seraya menggaruk kepala meski tidak gatal.

"Hng, itu. Saya ingin meminta izin padamu."

Lihat selengkapnya