Surat Cinta

Bluerianzy
Chapter #22

22. How Deep Is Your Love?

Sebelumnya saya tidak pernah menduga tentang kejadian di masa depan termasuk memiliki seorang kekasih di usia 20 tahunan, padahal waktu itu diri ini sudah bertekad untuk fokus bekerja dan mengumpulkan banyak uang lantas setelah bertemu Kinanti semuanya telah berubah, rencana saya tidak lagi sama.

Dan semasa hidup, saya masih mengingat tentang kejadian yang membuat hati ini senang yaitu ketika Bapak membelikan bola sepak yang sudah lama saya impikan meski saat itu harganya cukup mahal. Lalu selain bola sepak yang Bapak berikan hal lain yang membuat saya bahagia adalah saat ini.

Menghabiskan waktu bersama seseorang yang saya cintai dan berulang kali saya mengatakan jika orang itu adalah Kinanti. Saya tidak akan pernah bosan untuk mengatakan jika diri ini begitu mencintainya.

Omong-omong, kami memutuskan untuk bertemu di tempat biasa yaitu toko kelontong dan di jam yang sudah kami tetapkan saya sudah tiba terlebih dahulu, Kinanti belum menunjukkan batang hidungnya entah perempuan itu sedang dalam perjalanan atau masih di rumah Nenek sedang bersiap-siap. Yang jelas saya sudah menunggu sepuluh menit lamanya, tapi tak apa. Selama apa pun saya akan tetap menunggu karena biasanya Kinanti yang selalu menunggu saya di tempat ini dan sekarang giliran saya yang menunggunya.

Sembari menunggu kedatangannya kepala ini mendongak ke atas menatap langit yang hari ini begitu cerah dan semoga saja saat sore telah tiba hujan jangan sampai turun karena hari ini saya tidak membawa payung. Menyandarkan tubuh pada tembok toko kelontong membuat saya menghela napas sebentar karena secara tiba-tiba jantung ini berdebar-debar dengan cepat.

Karena detik ini saya membayangkan, pasti hari ini Kinanti akan cantik sekali. Rambut panjang hitamnya dibiarkan terurai tertiup angin, memakai gaun selutut berwarna cerah seperti senyumnya, lalu aroma tubuhnya wangi seperti bunga, dan sungguh membayangkannya saja sudah membuat saya tersenyum.

"Mas Dimas!"

Seseorang yang saya harapkan kedatangannya membuat senyum di wajah semakin berkembang karena sesuai dengan apa yang saya duga. Kinanti membiarkan rambut panjangnya terurai lalu dia memakai gaun selutut berwarna putih dengan motif bunga-bunga, aroma tubuhnya yang wangi tercium di hidung saya, tapi ada yang tidak sesuai dengan dugaan saya karena Kinanti memakai penjepit berwarna merah muda di rambutnya serta wajahnya yang dipoles terlihat lebih segar juga semakin cantik, dan fokus saya sempat tertuju pada bibirnya yang merah seperti buah rambutan.

"Maaf saya terlambat." Kinanti berucap dengan napas yang terengah-engah, sepertinya dia sempat berlari karena mungkin takut saya menunggu lama di tempat ini.

"Tidak apa-apa," sahut saya yang sama sekali tidak merasa kesal padanya. "Mau beli minum dulu?" Saya menawarkan yang lantas dibalas anggukan singkat olehnya dan sebentar kami mampir ke toko kelontong membeli air mineral.













Lihat selengkapnya