Surat Cinta Tahajudku

Daniya Muthoharoh
Chapter #1

Back to masa lalu

Bukankah menaruh rasa kepada yang bukan mahram adalah hal yang salah? 

[Surat Cinta Tahajudku]

Aku berjalan dan tersenyum seolah ini adalah rute menuju masa depan. Setelah tiba di sebuah tempat aku tersenyum memandangnya. Seolah lama tak berjumpa dengan orang yang ku sayang, senyum ini terus saja mengembang dari sudut bibirku. Terakhir kali aku ke sini adalah saat ayah mengajakku pulang karena aku harus pindah sekolah. Di tempat ini kenangan tentang masa kecilku mulai melayang-layang di ingatanku. Tempat ini memang istimewa. Bangunannya memang tua tapi, siapa sangka tempat ini yang telah membawaku lebih dekat dengan Sang Khaliq. Tempat ini menjadi saksi hijrahku menuju Jannah-Nya Sang Illahi. Aku bersyukur Allah telah mendengarkan doaku. Setelah aku lulus kuliah dan semua masalah keluarga telah usai, aku kembali ke tempat ini. Mengabdikan seluruh jiwa dan ragaku di tempat ini. Karena aku ingin seperti mereka. 

"Eh...ada yang bisa saya bantu ning ?" tanya seorang satpam yang menjaga gerbang tersebut. 

"Saya mau ketemu dengan ummi dan abah." Ucapku. 

"Oh cari ummi dan abah? Ayo ning mari saya antar ke ndalem."

"Iya pak, terima kasih."

"Assalamu'alaikum ummi..."

"Wa'alaikumsalam, ada apa Jan?" tanya ummi.

"Ini ummi ada tamu."

" Oh ada tamu, mari silahkan masuk ning."

"Inggih, ummi."

"Kalau begitu saya pamit ummi, Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

"Maaf sebelumnya ning ini siapa ya? Ada keperluan apa mencari ummi dan abah?" tanya ummi.

"Saya Shafiyah Al Kalbi, ummi masih ingat saya?" ucap Shafiyah.

"Maa syaa Allah... Subhaanallah... Ini Shafi yang dulu mondok disini dari masih TK ya?" ucap ummi.

"Inggih ummi."

"Sebentar ya, ummi panggilkan abah dulu."

"Inggih ummi."

"Ternyata masih sama, nggak ada yang berubah. Kursinya masih tetap seperti dulu. Dan almari kitab itu...Maa syaa Allah... Sungguh malu aku mengingatnya," gumam Shafiyah. 

"Assalamu'alaikum ning kecilku,"sapa abah.

"Wa'alaikumsalam."

"Abah masih ingat dengan Shafiyah?" tanya Shafiyah.

"Abah rasa melupakanmu itu sangatlah sulit Shaf."

"Abah bisa saja kayak Dilan, ada ummi bah. Nanti abah di cubit lagi sama ummi."

"Tenang Shaf, ummi percaya kok sama abah. Ngapain juga abah gombalin kamu. Oh iya Shaf, ummi boleh tanya?"

"Boleh ummi, mau tanya apa?"

"Kamu sudah pernah pacaran?" tanya ummi.

"Ummi kan tau kalau pacaran dalam Islam itu dilarang. Jadi, Shaf nggak pernah pacaran, takut Allah marah."

"Alhamdulillah."

"Sudah lama kamu tidak kesini, tahu-tahu kesini eh sudah besar saja," ucap abah.

"Iya bah, setelah keluar dari sini Shaf kuliah sambil kerja di perusahaan milik ayah. Jadi, baru sekarang Shaf berkunjung ke pondok."

"Oh begitu, terus tujuan kamu kesini untuk apa?"

"Abah, ummi, Shaf minta izin mau mengabdi di pondok ini, apa boleh?"

"Tentu diperbolehkan, terus kamu tinggalnya bagaimana? Di asrama atau rumah kamu sendiri?" tanya abah.

"Shaf maunya tinggal disini."

"Terus ayah kamu bagaimana?" tanya ummi.

"Ayah kasih izin, tapi Shaf harus sering-sering jenguk ayah di rumah."

"Kapan kamu tinggal di sini?" tanya ummi lagi.

"Besok ummi, kan Shaf belum bawa baju dan yang lainnya."

"Shaf, nanti kamu bantuin ngajar di pondok ya?" tanya ummi.

"Kayaknya berlebihan deh ummi, Shaf kan bukan keluarga dari pondok ini. Jadi,Shaf lebih baik di bagian dapur saja,bantuin masak makanan untuk para santri."

"Shaf, kamu itu tetap putri kecil abah dan ummi. Jadi, abah minta kamu nurut ya sama abah."

"Baik abah, kalau itu yang terbaik menurut abah. Shaf akan nurut dengan perintah abah."

Aku bersyukur, ternyata mereka masih menganggapku sebagai keluarga nya. Meski tak sedarah tapi mereka seperti orang tua kedua bagiku.

"Abah, ummi, Shaf mau pamit pulang. Hari juga sudah sore, kasihan ayah pasti nungguin Shaf."

Lihat selengkapnya