Surat Cinta untuk Aisha

Mandanisa0112
Chapter #2

Bab 2

Aisha memandangi tumpukan surat di atas meja belajarnya yang tersusun rapi dalam sebuah kotak karton. Dia memberi tanda nomor dan tanggal pada setiap amplop yang membungkus surat-surat itu. Setiap Senin usai upacara bendera, dia mendapatkan satu surat dalam lokernya, total ada 10 surat ia terima, sejak hari ulang tahunnya yang ke-18 hingga saat ini. 

Tumpukan surat itu selalu berhasil membuat Aisha merasa penasaran. Siapa sebenarnya orang yang rutin mengirimkan surat untuknya? 

Tiba-tiba pintu terdengar diketuk dengan keras. “Masuk!” teriak Aisha. Dia tahu ketukan itu berasal dari tangan kekar Irham. Kakaknya itu memang tidak bisa mengetuk pelan, seolah dia ingin merobohkan pintu kamar Aisha. 

Tiba-tiba saja sebuah kotak berbungkus selotip kuning melayang dan mendarat di atas kasur. “Belanja mulu, gue bilangin Papa, loh,” sergah Irham. 

Aisha mendengkus. Bahunya turun. Sama halnya seperti surat yang dia dapat, paket itupun tak tertera nama si pengirim. Sudah paket ke-8 yang dia terima, isinya pun masih  sama, miniatur boneka jepang. Di badan boneka bagian bawah selalu terselip surat yang di linting. 

Saudara kembarnya itu masih setia berdiri di depan pintu. 

“Apa sih?” ketus Aisha. 

Irham mendelik tidak suka. Lalu mengentakkan kaki dan duduk di tepi ranjang, dengan kasar dia mencoba membuka paket itu. 

Aisha hanya tersenyum melihat rasa iri Irham padanya. 

“Ya Allah, Bang. Kepo banget sih.” Aisha melempar gunting ke atas kasur.

Irham mengambil gunting itu. Begitu paket berhasil dibuka, dia mendengkus, dan melempar miniatur boneka jepang itu. 

Spontan tangan Aisha menangkapnya. “Untung nggak jatuh,” pekiknya. Dia menghela napas yang cukup panjang. Baginya Irham memang menjengkelkan.

Usai Irham keluar. Aisha mulai mengintip di bawah badan boneka kecil yang memiliki lebar dua kali lipat ibu jarinya dengan tinggi kurang lebih 7,5 cm. Senyum tersungging saat dia menemukan surat itu lagi. Aisha kagum, karena ukiran bolpoin di atas kertas itu tak pernah membuat matanya sakit atau perih. 

Assalamualaikum ….

Selamat sore Aisha-ku. Sudah berapa surah Al-Quran yang kamu baca hari ini? Jangan lupa selipkan doa untukku di setiap sujudmu. 

Oh iya, Besok ujian olahraga, ‘kan? Jangan lupa bawa air mineral dan jaga kesehatan ya!

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh …

Tertanda calon imammu.

Aisha tersenyum. Dia mengempaskan tubuhnya di atas ranjang. Meski dia tidak tahu siapa pengirim surat itu, tapi isi suratnya selalu memberinya energi positif. 

***

Aisha menggoyangkan kepala, dia seperti tidak ingin mendengar Raihan berbicara di depan kelas. Sementara Inne yang duduk di sebelahnya terlalu fokus menangkap pesona Guru olahraganya itu. Sikap ramah Raihan selalu mencuri perhatiannya dan para siswi lain, kecuali Aisha. 

“Heleh, om-om,” cibir Aisha dengan wajah ketus.

Inne mendengkus. “Sepuluh tahun lebih tua dari kita, belum dikatakan om-om, Sha. Apalagi dia masih lajang.” Kedua tangan menopang dagunya. Inne terlalu menampakkan sisi kagum dan rasa sukanya pada Raihan. 

Aisha menarik ujung jilbab Inne. Dia tidak suka melihat Inne seperti itu. “Terserah deh, Bucin,” ketus Aisha. “Lagian, orang seusia Pak Raihan itu pantasnya sama Bu Khadijah. Sama-sama cukup umur,” imbuhnya dengan bibir mengerucut. Suara Aisha cukup keras, sehingga beberapa temannya mendengar apa yang dikatakannya.

Raihan yang sedang berdiri dan berbicara di depan kelas, pun mendengar dengan jelas perkataan Aisha, sempat berhenti dan tersenyum tipis, wajah ramahnya memperhatikan bagaimana lucunya wajah Aisha saat mengatakan hal itu. 

Lihat selengkapnya