Surat Cinta untuk Aisha

Mandanisa0112
Chapter #4

Bab 4

Tak biasanya, angin di pagi hari begitu dingin menusuk pori kulit Aisha. Sebelum dia berangkat dia menyambar sweater rajut yang menggantung di kamarnya. 

“Buruan, Sha,” teriak Irham yang sudah berada di atas motor. 

Aisha berlari sambil memakai sweater. Kemudian dia naik ke atas motor Irham setelah mengunci pintu rumahnya. “Nggak usah ribut!” Telapak tangan Aisha membekap mulut Irham yang hendak mencerocosnya kembali. 

Irham menjulurkan lidah, hingga basah Aisha rasakan di telapak tangannya. “Ih jorok, Irham Fathan Bin Abdullah.”  Aisha mengusapkan telapak tangannya ke lengan baju Irham. 

Irham menggerak-gerakkan pundaknya untuk menolak telapak tangan Aisha.

“Buruan jalan.” 

Irham segera menginjak pedal gas dengan kecepatan yang membuat Aisha terkejut. “Astaghfirullah.” Dia memukul punggung Irham. 

“Sha, si Andra nembak?” teriak Irham di tengah perjalanan. 

Aisha tersenyum tipis. Tapi juga miris. Bagaimana dia katakan bahwa dia terima Andra sedangkan syarat untuk menerimanya itu harus dengan cara yang Andra inginkan, yaitu, dengan mengembalikan bungkus permen itu padanya. 

“Sha, gue nanya.” 

“Iya,” pekik Aisha. 

“Ciee …,” goda Irham. “Diterima nggak?” 

Aisha tak menjawab pertanyaan terakhir Irham. 

“Sha?” Irham penasaran. 

“Rahasia dong. Nanti bocor lagi,” dengkusnya. 

“Pelit, sama abang sendiri juga.” 

Irham menghentikan motornya di depan sekolah. Aisha segera turun tanpa aba-aba. Dia mengaitkan tali helm tepat di stang motor Irham. “Duluan.” Aisha berjalan cepat di koridor sekolah. 

“Sha?” 

Aisha menoleh pada asal suara. Dia tersenyum lembut. Sepertinya Andra sudah menunggu Aisha sedari tadi. Andra memang cukup rajin karena selalu datang lebih awal ke sekolah. 

“Gimana, Sha?” Andra menatap lekat mata Aisha.

Sementara Aisha meringis. 

Senyum Andra berubah getir. “Kamu nolak aku?” 

Aisha mengajak Andra untuk duduk. “Duduk sini, Ndra.” Dia menepuk kursi kayu di sebelahnya. 

“Kalau mau nolak, nolak aja. Nggak usah basa-basi, pake ngajak duduk segala.” Andra mengempaskan bokongnya di sebelah Aisha.

“Andra! Mana mungkin aku nolak kamu.” 

“Terus sekarang bungkus permennya mana?” Telapak tangan Andra terbuka. 

Aisha menggelengkan kepala. “Nggak ada,” ucap Aisha pelan.

“Kenapa?” 

Aisha menghela napas. Dia tidak ingin membahas Raihan. “Aku nggak tahu, kemarin jatuh, Ndra. Dicariin juga nggak ada.” 

Bahu Andra turun. “Padahal aku mau posting di IG, loh.” 

“Penting banget ya memangnya?”  gumam Aisha. “Apa hubungan kita ditentuin oleh bungkus permen?” 

Mendengar perkataan dan melihat wajah polos Aisha, berhasil membuat Andra tertawa. “Ya, nggak juga sih. Jadi, kamu terima aku?” 

“Memangnya kamu mau, aku nolak kamu?” 

Andra berdehem. “Ya nggaklah, Sha. Nggak akan ada orang yang suka dengan penolakan, aku yakin kamu juga.” 

Aisha mencelus. “Aku juga apa?” 

“Nggak suka penolakan, ‘kan?” 

Aisha tersenyum. “Iya sih.” 

“Jadi, Sha? Buat mastiin lagi. Aku mau kamu jawab pertanyaan aku?” 

Aisha mengangguk. 

“Aisha, jadi kamu mau jadi pacar aku?” 

“Iya, Andra Wijaya.” 

Lihat selengkapnya