Surat Cinta untuk Aisha

Mandanisa0112
Chapter #7

Bab 7

Aisha mengentakkan kaki turun dari motor Irham. Dia kesal bukan karena peringatan Raihan, tapi kerana perhatiannya. “Kenapa?” pekiknya seraya mengempas tubuh di kasur. Dia membuka jilbabnya kasar. “Belum lagi ini?” Aisha membuka pesan dari Raihan tentang larangan berpacaran. “Terus ini?” Dia menggeser ke bawah, masih pesan Raihan tentang larangan bersentuhan dengan lawan jenis. “Kenapa?” Aisha bangkit dan menyeka air matanya di depan cermin. “Kenapa kamu membuat aku berharap lagi sama kamu, Muhammad Raihan Arsalan?” Aisha kembali menyeka air matanya yang terus menerus turun membasahi pipi. 

“Sha?” panggil Abdulah panik. “Kamu kenapa? Buka pintunya dong, papa mau dengerin cerita kamu kok, Sha?” 

“Nggak usah. Aisha nggak apa-apa.” Aisha tidak yakin apakah Abdulah akan mengerti dengan apa yang dia rasakan. “Ini urusan perempuan kok, Pa,” ucap Aisha mencoba tenang. Dia berjalan menuju pintu. Perlahan tangan putih Aisha membuka kenop pintu. “Aisha baik-baik aja, kok.” 

Abdulah menatap anak gadisnya. “Yakin?” tanyanya ragu.

Aisha mengangguk pelan. Mencoba meyakinkan diri dan perasaannya tentang Raihan. 

Abdulah membelai kepalanya. “Papa percaya Aisha baik-baik aja.” Dia masuk dan duduk di tepi ranjang. Sekilas dia menoleh pada ponsel Aisha yang menyala menampilkan beberapa pesan dari Raihan yang tidak dibalas Aisha. “Duduk sini yuk.” Abdulah menepuk tepi risbang di sebelahnya. 

Aisha menuruti instruksi ayahnya. Tanpa ragu bersandar di bahu sang ayah. “Pa …,” lirihnya. 

“Meski mama sudah tidak ada. Aisha percaya, ‘kan, papa selalu berusaha menggantikan sosok mama untuk bang Irham dan Aisha?” 

Aisha mengangguk. Dia sadar ayahnya berjuang sendiri, bahkan Abdulah memutuskan untuk tetap sendiri tanpa berniat mencari istri lagi. “Makasih ya, Pa. Aisha bisa kok Pa menyelesaikan masalah Aisha sendiri. Lagipula Aisha nggak mau nambah beban pikiran papa.”

“Kamu ngomong gitu, malah jadi bikin papa penasaran.”

Aisha tersenyum kecil. “Cuma masalah biasa, Pa.”

“Jadi Andra itu pacar kamu?”

Aisha mengangguk tapi bibirnya mengerucut. 

“Putusin dia, Sha.” 

“Kenapa Pa?”

“Papa nggak mau nanti Allah murka sama papa, gara-gara biarin anak perempuan papa terjerumus dalam dosa.”

Bahu Aisha turun. 

“Kecuali kamu menikah, Sha. Emang Andra mau nikahin kamu?”

“Papa, Aisha nggak ngapa-ngapain sama Andra.”

“Sebelum apa-apa terjadi, Sha.” 

“Ya, Papa nggak usah doain Aisha kayak gitu dong.” Asiha bangkit. Dia menyeka kasar pipinya. 

“Papa nggak doain kamu kayak gitu, Sayang. Tapi ada baiknya kamu menghindari perbuatan yang bisa menjerumuskan kamu.” 

“Apa sih maksud papa, Aisha nggak ngerti,” ucap Aisha dengan nada tinggi seraya bangkit, lalu dia mengambil handuk yang menyampir di jemuran kecil. Dia berjalan ke kamar mandi, meninggalkan Abdulah sendiri di kamarnya. 

Abdulah menggelengkan kepala. Dia mengerti seusia Aisha memang banyak ingin mencoba hal baru, pencarian jati diri yang membuatnya seperti itu. Bagaimana cara Abdulah memberitahunya. Haruskah dia katakan bahwa dia tidak suka pada anak dari Jakarta itu? 

Suara tangis Aisha bersahutan dengan suara keran yang turun ke bak mandi. Aisha memang keterlaluan karena berani berbicara dengan nada tinggi pada sang ayah. 

Dia memang tidak suka perhatian yang diberikan Raihan untuknya, karena hal itu selalu membuatnya kembali berharap pada Raihan. Namun, dia juga tak pantas bersikap seperti itu pada ayahnya. Seharusnya dia sadar dengan semua pengorbanan Abdulah untuknya. Seharusnya dia juga bisa mencontoh Irham, meski laki-laki Irham tak banyak tingkah, dia selalu menuruti apa kata ayahnya. 

Aisha segera menyelesaikan ritual mandinya. Dia memakai kimono handuk, keluar dari kamar mandi dan segera berlari ke kamarnya. 

Kenapa dia tidak bisa bersikap bodo amat. Kenapa segala sesuatu harus ia pikirkan. “Makan ati lu, Sha.” Dia menyisir kasar rambutnya. Aisha bergegas setelah berpakaian dia keluar.  Lalu mengetuk pintu kamar Abdulah. “Pa, Aisha minta maaf ya,” ucapnya. 

Abdulah membuka pintu. Dia  mengangguk dan memeluk anaknya erat. “Papa udah maafin sebelum kamu memintanya, Sha.”

Lihat selengkapnya