Surat Cinta untuk Aisha

Mandanisa0112
Chapter #9

Bab 9

Aisha menjadi lebih pendiam, dia lebih banyak menghindari teman-temannya, bahkan dia tidak mengikuti kajian di Remaja Masjid. Seminggu ini Aisha lebih betah di kamar. Sesekali berpapasan dengan Anggi, tapi mereka tak saling bertanya. 

Anggi tak ada itikad baik untuk minta maaf padanya. Aisha tak ingin larut bahkan tenggelam dalam hal yang tidak penting. Namun, tidak dapat dipungkiri, jiwanya meronta tak kuasa menahan luka. 

Anggi seolah belum puas membuat Aisha malu, sehingga aib Aisha sudah menyebar dari mulut ke mulut, ibu-ibu komplek pun ikut menggunjingnya. 

Seseorang mengetuk pintu kamarnya. Aisha tampak lesu berjalan gontai ke arah pintu, menyingkap sedikit dan menyembulkan kepala. “Apa?” 

“Galak amat sih,” dengkus Irham. Dia melongo ke kamar Aisha. “Apa aja sih yang lo lakuin di kamar? Nggak bosen?”

“Apaan sih, kepo.” Aisha hendak menutup pintu, tapi kaki Irham menahannya. “Apa lagi?”

“Nih.” Irham menyodorkan sebuah kotak berbungkus selotip kuning. “Pengagum rahasia, ya?”

Aisha meraihnya dari tangan Irham. 

“Sha, kasih tahu dong, isinya apa sih?”

Aisha mendengkus. “Nggak usah.” Dia mendorong Irham agar ke luar. 

“Gue nggak akan pergi, kalau lo nggak mau ngasih tahu isinya apaan.”

“Kalo lo pengen tau, buang dah tuh kata-kata belagu yang keluar dari mulut lo, gue nggak suka, lo-gue-lo-gue.”

Irham tertawa karena meski dalam keadaan sedih Aisha masih bisa menirukan gayanya berbicara. “Iya deh iya, adikku sayang.” Dia melenggang masuk dan duduk di tepi ranjang tanpa menunggu sang pemilik kamar memberinya izin. 

“Pengen tahu isinya, ‘kan?” 

Irham mengangguk. 

“Ya udah bukain.” Aisha meletakan kotak itu di pangkuan Irham. Kemudian dia naik ke ranjang dan kembali tidur. Aisha sudah tahu isinya mungkin miniatur boneka jepang lagi, dia yakin Irham akan kecewa.

Irham bangkit. Dia sibuk membuka bungkusan itu di depan meja belajar Aisha. 

Sementara Aisha pura-pura tak melihat kesibukan Irham. “Kalau sudah tahu isinya, simpan saja di meja,” gumamnya. Aisha membelakangi Irham dan memeluk guling. 

“Buku,” ucap Irham kemudian pergi. 

Mendengar Irham, Aisha langsung bangkit. Baru kali ini dia mendapat buku. Dia segera mengambil buku itu di atas meja, buku terjemahan karya Mark Manson yang hampir ia beli tempo hari. 

Aisha memutar buku berbungkus plastik tipis itu, membaca blurb yang tertera di belakang buku, tapi, dia terperangah saat melihat ada sedikit robekan di bagian pinggirnya dan terselip surat, dia yakin Irham tidak menemukannya. 

Aisha langsung membuka surat itu. 

Assalamualaikum, Aisha-ku ….

Apa kabar? Rindukah dengan suratku? 

Sayangnya suratku terlambat hadir, karena sudah beberapa hari ini cuaca mendung, 

Aisha bangkit dan melongok keluar jendela. “Di sini cerah, calon imam,” cicitnya. Aisha tertawa, merasa aneh dengan kalimat yang ia ucapkan, menyebut calon imam pada orang yang tidak dia kenal.

Aisha kembali membaca sambungan kalimat tersebut. 

cuaca hati kamu, Aisha. Tidak secerah biasanya. 

Lihat selengkapnya