SURAT CINTA UNTUK ISTRIKU

Mario Matutu
Chapter #9

Bab 9 Jomlo Lagi

RUDI sudah menungguku di tempat parkir. Saat aku muncul dari koridor senat, ia langsung berteriak memanggilku. Ia seperti penjemput penumpang kapal laut di pelabuhan yang melihat orang yang sedang ditunggunya berdiri di depan pintu keluar kapal. Saking hebohnya, beberapa mahasiswi yang sedang duduk di depan pelataran senat sampai memandangi kami dengan dahi berkerut sambil berbisik-bisik satu sama lain. Kuharap mreka tidak berpikir macam-macam tentang kami. Apalagi sampai berpikir aku termasuk golongan pemuda dengan orientasi seksual menyimpang.

“Bagaimana?” tanya Rudi sebelum aku tiba di tempat ia sedang berdiri menungguku. Seperti kemarin, ia sangat bersemangat. Wajahnya semringah. Ah, beginilah kalau orang sedang jatuh cinta. Aku juga pernah mengalaminya beberapa tahun lalu.

“Beres,” jawabku setelah tiba di hadapannya.

“Kau bilang apa padanya?”

“Sebenarnya aku tidak mengatakan apa pun. Aku hanya memastikan kalau dia tidak sedang berhubungan dengan orang lain dan aku yakin gadis itu akan bersedia menjadi kekasihmu.”

“Jangan bercanda.”

“Aku serius. Tapi aku harus memastikan satu hal dulu,” ujarku.

Meskipun aku tidak mencintai Puspa, aku harus memastikan keseriusan Rudi. Aku tidak mau kalau ternyata Rudi hanya ingin mempermainkan gadis itu. Dia sebenarnya sudah pernah mengatakan kalau dirinya ingin menjalin hubungan yang serius. Namun, aku belum sepenuhnya percaya. Jadi, aku ingin bertanya sekali lagi untuk meyakinkan diriku.

“Apa?” tanya Rudi.

“Dia adalah juniorku dan orang tuanya menitipkan gadis itu kepada temanku. Makanya, aku tidak ingin kalau hatinya sampai terluka. Kau pasti paham maksudku,” jelasku.

“Kau bisa memegang kata-kataku, Kawan. Aku menyukai gadis itu dan tidak akan mengecewakanmu. Percayalah padaku,” tegasnya.

“Oke. Aku percaya.”

Rudi menatapku dan berkata, “Jadi apa yang harus aku lakukan sekarang?”

“Temui dia sebentar malam.”

“Apa tidak terlalu cepat kalau sebentar malam?”

“Besok aku tidak bisa lagi menjamin kalau dia masih jomlo.”

Aku khawatir Randy, si Playboy pondokan berhasil memanfaatkan kesempatan putusnya kami. Selain itu, aku juga mau segera memastikan Puspa memiliki kekasih sehingga Ria tidak punya lagi alasan untuk mencomblangi kami.

“Sip. Sip. Aku akan ke sana sebentar malam,” kata Rudi. “Apa  aku harus ke pondokanmu dulu atau langsung singgah ke Pondok Femme?”

“Kau sudah tahu Puspa tinggal di Pondok Femme?” tanyaku agak keheranan karena setahuku Rudi tinggal jauh di tengah kota dan tidak ada mahasiswa Sastra Prancis yang tinggal di sekitar pondokanku

“Sudah. Sebelumnya aku sudah pernah bertemu dia di sana.”

“Wah, luar biasa. Ternyata kau sudah melakukan survei awal.”

“Hanya kebetulan. Aku sempat lewat di sana dan melihat Puspa sedang duduk di tepi kanal. Jadi aku singgah. Cuma waktu itu kami belum sempat mengobrol banyak karena aku sedang buru-buru.”

“Mantap. Kalau begitu, langsung saja temui dia,” ujarku.

“Terima kasih, Bro,” kata Rudi lalu menjabat tanganku, “apa kau ingin pulang sekarang? Ayo aku antar.”

Lihat selengkapnya