SURAT CINTA UNTUK ISTRIKU

Mario Matutu
Chapter #13

Bab 13 Ayo Menikah 1

SUDAH sore. Acara bazar musik sudah selesai sejam yang lalu. Semuanya berjalan sukses. Kami semua senang. Kecuali, Puspa.

Ia masih dongkol pada Rina. Setengah jam lalu, saat Rina hendak berpamitan padaku, matanya terus melotot ke arahku. Aku terpaksa menghindari gadis itu dengan pura-pura ke toilet. Saat Rina memanggilku, aku langsung berteriak memintanya untuk langsung pulang dan tidak usah menungguku.

Sekarang tinggal aku dan Puspa di Warung Terapung. Tadi kami sudah sepakat untuk langsung kembali ke Makassar. Makanya, teman-temanku langsung meninggalkan kami.

Sejak beberapa menit lalu, Puspa mulai bertingkah aneh. Setiap kali aku mengajaknya menunggu bus untuk kembali ke Makassar, ia pura-pura tidak mendengarkannya..

“Ada apa?” tanyaku.

Puspa tidak menjawab pertanyaanku. Ia terlihat sedang memikirkan sesuatu.

“Kau mau pulang atau bagaimana?” tanyaku kembali.

“Aku ingin ke rumahmu,” jawabnya.

“Untuk apa?” Aku duduk kembali di sampingnya. “Tadi pagi aku sudah berpamitan ke ibuku. Aku bilang akan langsung kembali ke Makassar setelah bazar selesai.”

“Kau pernah membawa Ririn ke rumahmu,” katanya. Ia tidak bertanya, namun mengingatkan. Seolah-olah aku sudah lupa apa yang pernah aku katakana kepadanya.

“Benar. Memang aku pernah membawa dia ke rumahku.”

“Tidak salah dong kalau aku juga mau kau membawaku ke rumahmu.”

Waduh. Aku menyesal pernah menceritakannya.

“Tapi….”

“Apa aku tidak boleh ke rumahmu?”

“Bukan begitu. Kau bisa datang dan bertemu ibuku. Tapi jangan sekarang. Ini sudah sore dan kita harus balik ke Makassar.”

“Aku ingin sekarang.”

Tidak ada gunanya berdebat. Kalau kalian mengikuti kisah ini sejak awal, kalian pasti paham alasanku.

Aku menyetop mobil angkutan yang baru saja menurunkan penumpang tak jauh dari tempat kami sedang duduk. Saat mobil itu berhenti, Puspa buru-buru naik seakan-akan takut aku akan berubah pikiran.

Ibuku sedang memasak di dapur saat kami sampai. Saat melihat aku muncul, ibuku tampak terkejut. Bukan karena aku kembali lagi, namun karena melihat Puspa mengekor di belakangku.

Ibu menatap Puspa lalu menoleh kepadaku untuk meminta penjelasan.

“Ini temanku, Bu. Namanya Puspa,” kataku memperkenalkan Puspa. Ibuku mengelap tangannya yang masih basah di dasternya lalu menyambut uluran tangan Puspa yang ingin menyalaminya. 

Setelah bersalaman, ibuku sekali lagi menatapku lalu berkata, “Teman atau pacar?”

“Pacar,” jawabku.

“Oh,” kata ibuku kemudian melangkah ke meja tempat termos air panas, mengambil gelas, lalu menyeduh teh. Aku mengajak Puspa menunggu di ruang tamu. Tak sampai dua menit, ibuku sudah muncul dan bergabung bersama kami di ruang tamu.

Lihat selengkapnya