SURAT CINTA UNTUK ISTRIKU

Mario Matutu
Chapter #29

Bab 29 Workaholic

WAKTU seperti sedang berlari kencang. Tanpa terasa, sekarang Arung sudah satu tahun. Beberapa bulan lalu ia sempat sakit. Kata dokter, ada masalah di bagian pencernaannya. Kami sempat khawatir karena tubuhnya sangat kurus. Syukurlah, ia bisa sembuh. Sekarang, berat badannnya sudah normal kembali.

Arung anak yang lucu dan kami semua bahagia memilikinya.

Desember lalu Syifa berulangtahun yang kelima dan sudah keranjingan ingin masuk Taman Kanak-kanak. Bulan lalu ia merengek ingin ke mal untuk membeli tas, buku, pensil warna, botol minuman Doraemon, serta tempat makanan. Saat pulang, ia terus bersenandung.

Syifa suka menyanyi. Cita-citanya ingin jadi artis.

Aura masih tinggal di kampung bersama neneknya. Tahun ini ia sudah kelas dua Sekolah Dasar. Saat kami mengunjunginya minggu lalu, neneknya bilang akan membiayai pendidikannya hingga kuliah. Aku tahu maksud mereka dan ingin protes. Tapi sebelum aku berbicara Puspa bilang biarkan saja.

Aura anak yang pintar dan ia bahagia tinggal di kampung.

Seiring bertumbuhnya Aura dan adik-adiknya, kehidupan ekonomi keluarga kami sudah jauh lebih baik. Makanya, aku sempat menyampaikan keinginanku pada Puspa untuk membeli rumah yang baru di kompleks perumahan lain. Sudah ada developer yang menawari. Tidak perlu  uang muka dan akses jalannya luas.

Rumah kami yang sekarang jalanannya sempit. Hanya muat satu mobil. Makanya, orang malas datang bertamu karena sedikit-sedikit mereka harus keluar untuk memarkir ulang kendaraannya saat ada mobil yang akan lewat.

Kompleks kami juga tidak masuk jalur angkot. Jadi warga yang tak punya kendaraan pribadi ke mana-mana mesti naik taksi atau ojek. Ongkosnya jauh lebih mahal.

Selain itu, beberapa bulan lalu jalur pesawat yang akan mendarat di Bandara Sultan Hasanuddin berubah. Pesawat yang akan landing di bandara melintas di atas rumah kami. Suara bisingnya mengganggu dari dini hari hingga tengah malam.

Tapi diskusi panjang kami sampai pada kesimpulan bahwa lebih baik terganggu suara bising pesawat dari pada tercekik kredit lima belas tahun. Jadi, aku dan Puspa memutuskan untuk sementara kami cukup melakukan renovasi rumah saja. Dan sekarang, rumah kami sudah lumayan besar untuk ukuran keluarga kecil kami. Meski nyaris tanpa perabot, kami sudah sangat senang.

Karena merenovasi rumah juga butuh biaya yang tak sedikit, aku masih harus tetap bekerja keras. Kebiasaan lamaku; pergi pagi pulang tengah malam mau tidak mau berlanjut.

Namun, itu bukan masalah bagiku. Setiap pria yang sudah berkeluarga menurutku memang harus siap lelah. Apalagi, aku tidak mau insiden donat keluarga kami terulang kembali. Beberapa tahun lalu, kami pernah kehabisan uang di akhir bulan dan Syifa mendadak minta dibelikan donat saat penjual donat melintas di depan rumah kami. Puspa menangis menceritakan kejadian itu saat aku pulang ke rumah dan itu benar-benar membekas di hatiku.

Sejak insiden donat itu, aku bekerja melebihi siapa pun di Harian Makassar. Aiman dan beberapa teman kantorku bahkan menyebut aku sudah workaholic level dewa. Tapi aku tak peduli. Bagiku, kebahagiaan Puspa dan senyum ceria anak-anakku saat mereka mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan jauh lebih penting daripada penilaian orang lain.

Tapi sore ini aku bisa sedikit bersantai. Semua tugasku sudah selesai sejak pukul tiga sore. Sekarang aku hanya bersantai di sofa kantor sambil menulis catatan untuk Facebook.

Sejak kenal platform media sosial ini tahun lalu, aku keranjingan menulis dan membagikannya ke teman-temanku. Topiknya apa saja. Tentang motorku Astri, pengalaman pertamaku menonton bioskop, tawuran mahasiswa, El Clasico antara Real Madrid dan Barcelona, serial India di tv swasta yang tak kelar-kelar, perjuangan anak-anak di lampu merah, kisah masa kecilku, ibuku, hingga sepak bola Indonesia yang terjajah.

Dan sekarang, aku sedang menulis surat cinta untuk Puspa. Kebetulan 23 April besok dia akan berulang tahun yang ke-31. Sebelum rapat perencanaan liputan, surat itu sudah selesai kutulis.

Surat Cinta Untuk Istriku

Pertengahan Agustus 1999 kita berkenalan. Aku membentakmu dan kau menangis sesunggukan sepanjang siang. Dua tahun kemudian kita menikah.

Lihat selengkapnya