SUARA langkah kaki terdengar di luar kamar ketika Puspa akan menyalakan tv di kamar. Saat suara itu semakin dekat, Puspa langsung meletakkan kembali remote yang sudah ia pegang dan bangkit dari kursi. Namun, belum sempat melangkah, gagang pintu sudah lebih dulu berputar. Sejurus kemudian pintu terbuka dan dr Kemal muncul dengan senyum ramahnya.
“Eh, Dokter. Silakan masuk, Dok,” sambut Puspa.
“Loh, dr Kemal dari mana?” tanyaku. Seperti halnya Puspa, aku juga terkejut dr Kemal tiba-tiba muncul. Selain hampir tidak pernah datang sore untuk memeriksa aku, kali ini dr Kemal muncul tanpa didampingi perawat atau dokter koas. “Ada pasien baru di sini ya, Dok?”
“Tidak ada. Saya datang ke sini memang khusus untuk bertemu Pak Mario dan Ibu.”
“Oh ya?”
Puspa menyodorkan kursi, namun dr Kemal menolak.
“Tidak usah,” katanya seraya menepuk pahaku. “Begini, Pak Mario. Saya dan beberapa dokter yang selama ini terlibat dalam penanganan Pak Mario baru saja mengadakan rapat.”
“Rapat?” tanyaku. “Maksudnya rapat terkait saya, Dok?”
“Benar. Kami rapat terkait penyakit Pak Mario.”
“Alhamdullillah,” ucapku. Kupikir ini kabar bagus.
Setelah sebulan lebih tanpa kejelasan, aku dan Puspa akhirnya bisa mengetahui penyakitku dan pasti akan segera mendapat pengobatan yang tepat. “Terus, bagaimana hasilnya, Dok?”.
“Setelah pemeriksaan menyeluruh serta berbagai diagnosa yang kita lakukan dalam beberapa minggu terakhir, kami tim dokter sudah menyimpulkan Pak Mario terserang penyakit Meylitis Transversa.”
“Meylitis, Meylitis apa, Dok?”
Baru kali ini aku mendengar nama penyakit itu. Nama yang asing dan sangat aneh. Aku bahkan tidak bisa mengejanya dengan baik.