SABTU, 7 Juli 2012. Ini hari ke-56 aku dan Puspa di rumah sakit. Sekaligus, hari terakhir kami. Siang ini kami akan pulang dan memulai kisah baru kami di rumah.
Sejak matahari baru terbit, Puspa sudah berkemas-kemas. Seluruh pakaian dan barang-barang yang kami bawa pulang satu per satu ia masukkan ke dalam tas dan kantong plastik.
Tak seperti orang-orang pada umumnya yang mempersiapkan kepulangannya dari rumah sakit dengan wajah bahagia, Puspa bermuram durja. Kesedihannya begitu amat dalam. Beberapa kali aku bahkan melihat dia menyeka air matanya.
Sepanjang pagi, ia hampir tidak pernah berbicara. Ia mengemasi semua barang-barang kami dalam diam. Ia hanya berbicara saat akan memandikanku. Setelah itu, ia kembali diam dan baru berbicara lagi saat dr Kemal datang.
Melihatnya murung dan bersedih, aku benar-benar merasa terpukul. Aku ingin menghiburnya, tapi aku tidak tahu bagaimana melakukannya. Yang bisa kulakukan hanya berdoa. Meminta kepada Pemilik Semesta agar memberi Puspa kekuatan dan kesabaran. Hanya itu. Tidak ada yang lain.
***
Setelah Puspa menebus obat yang diresepkan dr Kemal di apotek, kami meninggalkan rumah sakit sekitar jam 12 siang. Momen-momen ketika akan keluar dari gedung perawatan Palm 2B begitu menyesakkan dada.
Satu per satu perawat perempuan yang selama hampir dua bulan berinteraksi dengan kami memeluk Puspa, menepuk pundaknya, dan memintanya bersabar.
Keluarga pasien yang merasa sependeritaan dengan kami berurai air mata ketika mengantar kami menuju ke mobil. Suasana penuh haru itu baru berakhir saat mobil yang menjemput kami bergerak perlahan meninggalkan halaman rumah sakit.
Kami tiba di rumah 20 menit kemudian. Rumah mungil yang sudah kami tinggalkan hampir dua bulan itu tampak tidak terawat. Rumput liar tumbuh di mana-mana. Catnya juga terlihat kusam seakan-akan ikut dirundung duka setelah pemiliknya dirawat berhari-hari di rumah sakit.
Saat aku diangkat masuk ke dalam rumah, senyum gembira Aura dan Puspa menyambut kami di depan pintu. Mungkin mereka berpikir kalau aku sudah sembuh. Bagi bocah seperti mereka, keluar rumah sakit dalam keadaan hidup berarti sembuh. Mereka belum pernah mendengar tentang penyakit langka yang bisa merenggut semua impian indah manusia. Kedua bocah itu juga belum tahu kalau ada saat di mana dokter tidak bisa berbuat apa-apa lagi dan pasien tidak punya pilihan lain selain pulang dengan semua ketidakberdayaannya.