"ADA!” seru Zein, mengagetkan Kinan yang sore itu sedang berada di kamar indekosnya. “Mbak Rohana itu benar-benar ada! Tadi kamu baru saja lihat buktinya!” “Mana?” Kinan menyipitkan mata, memperhatikan layar laptop Zein dengan saksama.
“Sini, aku kasih lihat!” Zein memutar ulang video rekaman yang sedang mereka tonton. “Nih, perhatiin baik-baik!” Ia mengeklik tombol play.
Kinan memancangkan matanya ke layar laptop. Adegan ketika Zein sedang berjalan di atas jembatan ditampilkan kembali. Di layar, Zein melangkah pelan sambil memperhatikan sekitar sebelum ia berhenti, memandangi kedua kakinya.
“Nah... Mbak Rohana sebentar lagi muncul!” Zein di video kemudian mendongak, ekspresinya terkejut. Muncul gangguan pada layar, dan….
“Tuh! Tuh! Pas itu, tuh, Mbak Rohana muncul!” Zein menunjuk- nunjuk layar.
Layar kembali menampilkan Zein yang sedang berdiri mematung.
“Manaaaaa?” Kinan mengerang agak putus asa, merasa dibodohi karena ia tidak melihat siapa pun atau apa pun selain Zein di jembatan itu.
“Duh, mosok kamu nggak lihat, sih?” Zein kesal. Ia mengulang video itu sekali lagi.
Zein di video melihat kaki, mendongak, terjadi gangguan....
“Nah! Kuwi! Itu! Itu!” seru Zein.
“Itu apanya?” Kinan balas berseru.
“Saat glitch! Saat videonya ngalamin gangguan statis sebentar! Itu pertandanya! Saat itulah Mbak Rohana muncul!”
Kinan terlihat bingung. “Glitch itu jadi bukti kemunculan hantu?”
“Iyo!” “Jadi, kedatangan Mbak Rohana bikin videonya mengalami gangguan statis?”
“Betul!” Senyum Zein mengembang.
Air muka Kinan berubah kesal, ia merasa seperti baru saja dibohongi. “E, guoblok kowe, Zein!” bentaknya, bikin Zein menjengit. “Mana bisa yang begituan dijadiin bukti?”
Zein geragapan. “Lho, i-iso, yo, soale—”
“Nggak bisa!” Kinan menggeleng kuat. “Bukti kalau ada hantu yang muncul itu adalah ketika ada hantu yang muncul!”
“Yo, memang pada saat itulah Mbak Rohana muncul! Waktu kemunculan Mbak Rohana serta waktu terjadinya glitch itu bertepatan sekali! Kuwi artine—”
Kinan memegangi kedua belah pipi Zein yang tirus dengan tangannya. Zein kaget. Wajah Kinan terlihat sangat serius dan matanya menyorot tajam ke matanya Zein. “Zein, dengar, ya!” Kinan berkata dengan tegas. “Aku baru mau percaya Mbak Rohana muncul kalau dia benar-benar nampakin diri di video! Paham?”
Zein menarik napas, melepaskan tangan Kinan dari pipinya. “Kinan, dengar, yo! Penampakan hantu kuwi beragam. Nggak melulu harus muncul fisiknya di video atau foto.”
“Kalau begitu, gimana aku bisa percaya?”
“Begini, kamera kamu dalam kondisi baik, toh? Nggak rusak, toh? Laptopku juga baik-baik saja. Buktine, di video lain, glitch nggak terjadi. Lantas, kenapa terjadi glitch pas Mbak Rohana muncul?”
“Ya, karena kameranya error pada saat itu!”
“Tapi, kenapa bertepatan pada saat Mbak Rohana muncul?”
“Pertama, mana aku tahu? Peralatan elektronik pasti pernah ngalamin error walau dalam keadaan baik sekali pun! Hal itu wajar! Kedua, yang bilang kalau glitch itu terjadi pada saat kemunculan Mbak Rohana, kan, kamu. Sementara aku sendiri nggak tahu karena aku nggak ngelihat ada penampakan Mbak Rohana di video itu. Jadi, kalau kamu mau bilang glitch kebetulan terjadi bertepatan sama kehadiran Mbak Rohana, aku nggak bisa percaya begitu saja! Wong ora ono buktine! Lagian, memangnya kamu nyatat jam, menit, dan detik kemunculan Mbak Rohana kemarin sampai-sampai kamu bisa bilang kalau glitch itu terjadi bertepatan—jam, menit, dan detiknya— sama kemunculan dia? Nggak, kan?”
“Mbak Rohana muncul saat aku ngedongak lagi, Kin! Dan glitch terjadi sewaktu aku ngedongak! Aku ingat betul, kok!” Zein mati-matian meyakinkan Kinan. “Kalau kamera dan laptopnya nggak rusak, glitch tersebut pasti terjadi karena hal-hal yang bersifat eksternal!”
“Contohnya?”
“Perubahan suhu atau kadar elektromagnetis di sekitar kamera. Lan, kuwi kedadeane mergo ono dedhemit sing njedhul!*”
“Lan kuwi kedadeane mergo ono perubahan suhu dan kadar elektromagnetis di sekitar kamera! Itu natural, alamiah, dan terjadi bukan gara-gara ada hantu!”