Surat dari Langit

Rahma Yulia Putri
Chapter #14

Jika Tujuanmu Sudah Berhasil

Akhir pekan kali ini, pagi-pagi ketenanganku sudah direnggut oleh seorang Angkasa Langit, yang benar saja, pukul enam pagi ia sudah membangunkanku, salahkan mama yang mengizinkan cowok tengil itu masuk ke kamarku.

“Pacar! Ayo joging!”

“Masi pagi Langit, astaga!”

“Makanya pacar, kalo siang itu nggak joging lagi namanya, yang ada kulit kamu kebakar matahari.”

“Tapi ini kepagian! Bukan, masih subuh ini!”

“Iya pacar bangun dulu!” cowok itu masih berusaha menarik selimut yang menutupi seluruh tubuhku termasuk kepala.

“Nggak mau! Ngantuk!”

“Bangun, Mentari!”

Sudah lama juga Langit tidak memanggilku dengan panggilan Mentari, belakangan ini aku terbiasa mendengar panggilan pacar darinya.

“Nggak mau!” kekehku, tetap mempertahankan selimut.

“Oh oke.” 

Akhirnya luluh juga, aku semakin mengeratkan selimut dan kembali tidur dengan tenang tanpa gangguan dari Langit.

Tentu saja hal itu hanya angan-angan ketika kurasakan permukaan ranjang bergerak dan dalam waktu yang sekejap, aku dapat merasakan pelukan.

“Aakh! Langit! Apa-apaan?”

Aku mencoba memberontak dan langsung duduk, “Turun, Langit!” titahku langsung.

“Kenapa?”

“Kamu masih nanya kenapa? Kamu sadar nggak sih? Masuk kamar aku dan sekarang malah meluk aku di kasur? Lagian kenapa kamu bisa dikasih izin sama mama?”

“Hmm ... maaf, kamu nggak suka ya kayak gitu?” tanyanya, ada nada menyesal terselip disana, Langit ikut duduk dan kemudian ia turun dari ranjang.

“Iya, lagian nggak baik ya kayak gitu, ntar kalo Mama tiba-tiba masuk dan liat gimana? Tapi aku emang nggak suka yang kayak begituan, kamu tau sendiri aku nggak pernah pacaran.”

“Maaf, Pacar. Tapi nggak pernah pacaran gimana? Kamu itu pacar aku.”

Aku terdiam, masih sering lupa juga aku sudah punya pacar, bahkan pacarku adalah seorang Angkasa Langit.

“Eh iya.”

“Bisa khilaf gitu ya?”

“Iya, udah sana kamu keluar!”

“Iya iya, jangan tidur lagi tapi, langsung siap-siap, kita jogging.”

“Hmm ... mager, Langit!” aku menguap lebar dan kembali merebahkan badan di kasur.

“Pacar! Ayo kita jogging, kamu jangan tidur!” ia menarik tanganku agar kembali bangkit.

Dengan terpaksa aku bangkit dan berdiri tepat di hadapan Langit, “Ck, iya iya. Kamu keluar makanya, biar aku bisa siap-siap.

Dalam sekejap, aku keluar dari kamar dengan celana joger dan hoodie, sangat menyebalkan, bahkan mataku masih berat untuk hanya sekedar terbuka, kalian tau sendiri bukan jika waktu istirahat yang tidak akan mungkin diganggu oleh jadwal yang menumpuk adalah akhir pekan? Dan Langit merusak segalanya.

Lihat selengkapnya