Surat dari Langit

Rahma Yulia Putri
Chapter #20

Dimana Langit?

Bel istirahat berbunyi dan aku tidak menemukan Langit masuk ke kelasku seperti biasanya, kemana anak itu?

Padahal sesuai janji kemarin, aku sudah membawakan bekal untuk kita berdua.

Tadi pagi, aku juga tidak pergi bersama Langit, kutelfon, ia tidak mengangkat, jadi aku berangkat sendirian.

Karena waktu istirahat yang hanya lima belas menit, aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini, lagian tidak salah bukan kalau sesekali gantian aku yang mengunjungi Langit ke kelasnya?

“Tumben si bucin nggak nyamper.” Lea menginterupsiku, dari tingkah mereka berdua aku sadar secara tidak langsung keduanya suka berdebat satu sama lain.

“Nggak tau juga sih gue, sibuk mungkin.”

“Kita ke kantin duluan aja yok!” Radit sudah berdiri dari bangkunya dengan semangat.

“Ayok lah!” ucap Lea menyahuti.

Aku menggeleng, “Hmm ... sorry ya gais, tapi gue bawa bekal,” ucapku memperlihatkan dua buah kotak bekal.

“Udah sama-sama bucin ternyata, kita berdua aja deh, Dit, yang ke kantin.” Lea tentu saja meledekku.

Wajah penuh semangat Radit langsung berganti menjadi datar, cowok itu kembali duduk sementara Lea sudah menghampirinya.

“Nggak deh, Le. Gue tiba-tiba nggak nafsu makan.”

Lea mendengus, ia memutar bola matanya, “Malas bet gue sama kalian berdua, ini ada yang mau ke kantin nggak? Gue nggak ada teman nih,” teriaknya kemudian.

“Tenang, Lea. Ada Aa Banu di sini.”

“Yah elo, Ban. Gapapa deh dari pada sendiri, lo ikut juga ga, Ga? Gi?” Lea kemudian bertanya pada Ega dan Egi.

“Skuy lah, mayan ada teman makan.” Ega menimpali.

“Sepet juga kita tiap hari makan sama Banu mulu.” Egi menambahkan.

Aku hanya duduk memperhatikan mereka, berharap Langit menghampiriku ke kelas, tapi setelah berdebatan panjang ala anak-anak kelasku, Langit tak kunjung juga menampakkan batang hidungnya.

“Gue ke luar dulu ya, Dit. Lo yakin nih nggak mau makan?”

“Nggak, Al. Lagian tadi gue udah sarapan di rumah, jadi nggak lapar.”

Aku mengangguk, pamit pada Radit kemudian keluar kelas, menuju kelas bahasa yang berada tepat di bawah kelasku.

“Yaah ... Langit hari ini absen.”

Begitu jawaban yang kudapat dari salah satu teman Langit, kenapa cowok itu sampai tidak masuk sekolah?

Sakit?

Tapi kemarin Langit baik-baik saja.

“Ya udah deh, makasi ya.”

“Iya sama-sama, itu bekalnya buat gue aja, mayan kan gratis, Langit nggak bakal marah lah, bilang aja Ido yang makan.”

“Eh, gapapa deh, nih,” ucapku menyerahkan bekal itu pada cowok yang baru saja mengaku bernama Ido tersebut.

“Waah, makasi loh! Siapa nama lo? Oh iya Mentari, Langit sering cerita.”

“Panggilan gue sebenarnya Alya, tapi Langit masi aja manggil gue Mentari, lo manggilnya Alya aja deh.”

“Oh khusus buat Langit ternyata.”

Aku hanya tersenyum, “Kalo gitu gue ke atas dulu, kotaknya ntar pulang aja.”

“Makasi ya!”

Lihat selengkapnya