Surat dari Langit

Rahma Yulia Putri
Chapter #23

Dia kembali

“KENAPA BARU PULANG?” Mama menyambutku dengan marah, pukul sepuluh pagi aku memutuskan untuk pulang, setelah menemukan kunci cadangan apartemen Langit di sela-sela meja belajarnya, setidaknya aku bisa kembali ke sana kapan saja.

“Hmm ... itu, Ma.”

“Itu apa?”

“Ya itu, ada hal penting.”

“Hal penting apa, Alya? Kamu ngapain sama Langit sampai-sampai pulang pagi?”

Aku melotot, “Mama nggak mikir macam-macam kan?”

Mama terdiam sebentar, wanita yang melahirkanku itu terlihat kikkuk setelah kemudian kembali membuka suara, “Ya, gimana nggak mikir macam-macam, kamu semalaman sama Langit.”

“Astaga, Ma. Nggak yang kayak Mama pikirin itu loh.”

Untung Mama berbeda dengan orang tua lainnya, coba saja jika Mamaku bukan Mama, mungkin aku sudah habis dimarahi dan dicurigai, tapi Mama, beliau akan mendengarkanku terlebih dahulu meski sebelumnya juga berfikir yang tidak baik padaku.

“Trus gimana? Kamu ngapain ke tempatnya Langit? Mana Langit lagi yang nelfon dan ngasi tau kamu di sana, hp kamu nggak aktif.”

“Iya, Ma. Lowbat.”

Karena kakiku pegal berdiri di depan pintu sambil ditanyai Mama, aku memilih masuk, merangkul Mama bersamaku, lalu duduk di ruang keluarga, Papa juga di sana, membaca koran, tidak melirikku sedikit pun. Sepertinya marah.

“Papa ngambek tuh, kamu bujuk sendiri,” bisik Mama padaku.

“Papa nggak kerja, Ma?” balasku ikut berbisik pada Mama.

“Nggak, katanya mau nunggu kamu pulang, padahal mah cuma alasan biar bisa cuti.” Mama membalas juga dengan bisikan.

“Pa,” panggilku, Papa masih sibuk dengan korannya, tidak mengindahkan panggilanku.

Aku berpindah tempat disamping Papa, menggoyang-goyang tangannya.

“Masi inget pulang kamu?” tanya Papa langsung tanpa melirikku sedikitpun.

Aku terkekeh pelan, “Masih, Pa. Kalo kita nggak pindah rumah, aku masih hapal deh jalan pulang.”

“Dasar.”

“Eh, Ma, Pa. Langit kan sering tuh ngobrol bareng kalian, dia ada cerita sesuatu nggak sih?”

Papa dan Mama saling melirik, “Lah ngapain nanya kita, emang Mama pacarnya Langit.”

Aku mendengus, “Ya nggak gitu, Langit cerita sesuatu tentang hidupnya nggak sama Mama sama Papa?”

Papa meletakkan korannya, merasa tertarik dengan topik obrolan kali ini.

“Ada dong.” Mama dan Papa membalas bersamaan, aku memandang mereka dengan penasaran.

“Apa?”

“Ya rahasia lah.” 

Aku mendengus, “Udah empat hari Langit nggak masuk, makanya aku nyari ke apartemennya, eh taunya malah ketiduran si depan pintu, nggak sempat ketemu Langit, paginya dia udah ilang lagi nggak tau kemana.”

“Makanya, kebiasaan ngebonya diilangin,” cibir Mama.

“Ih, nggak tau lah, malas aja aku kalo ngomong sama Mama Papa, bercanda aja terus.”

Lihat selengkapnya