Langit tidak langsung membawaku pulang, kami masih duduk di halte, untuk beberapa lama aku masih tercenung, pemikiran-pemikiran jelek tentang kejadian tadi masih berseliweran di benakku.
Bagaimana jika Langit datang tidak tepat waktu?
“Udah mendingankan lo?” tanyanya.
Aku menoleh sebentar, meringis mendapati wajahnya yang sedikit babak belur, kemudian memilih mengangguk.
“Langsung pulang?”
Aku kembali mengangguk.
“Yakin? Lo pikir dengan kondisi kayak gitu nggak bikin mertua gue cemas?”
“Kayak gitu gimana?”
“Acak-acakan, pucat, wajah penuh air mata, tapi bagi gue masih cantik sih.”
Aku mendengus, mengambil tisu di tas dan menghapus sisa air mata, pasti sangat jelek dan berantakan wajahku sekarang.
“Hmm ... nggak tau,” balasku akhirnya, pikiranku sepertinya masih belum kembali sempurna, seperti tidak ada arah.
“Ikut gue dulu aja.”
“Udah malam, kalau keluarga gue nyariin gimana?”
“Ya telfon dulu, bilang masi ada urusan, nelfon polisi aja lo berani.”
Aku mendelik ke arahnya, “Hp gue mati, tadi cuma nakutin, ternyata mereka percaya.”
Langit tergelak kecil, “Nggak tau deh mereka yang goblok atau lo yang cerdas.”
“Hmm.”
“Pakai hp gue aja.”
Aku kembali diam, sepertinya kejadian tadi begitu membuatku terguncang, dan aku bahkan tidak tahu harus mengikuti saran Langit atau langsung pulang, karena tidak ada yang benar dari itu, Langit ada benarnya, jika aku pulang dalam keadaan seperti ini, jelas saja Mama akan cemas, namun jika aku pulang telat, Mama sudah pasti juga akan cemas.
“Gimana? Lo juga harus tanggung jawab loh sama wajah ganteng gue!”
“Iya,” balasku lagi, sepertinya opsi mengikuti Langit terlebih dahulu terasa lebih baik dari pada langsung pulang, aku juga bisa mengabarkan Mama jika akan lambat pulang, semoga nanti kondisiku yang lebih baik tidak mencemaskan Mama.
Cowok itu tersenyum, menyeret tanganku menuju motornya, kemudian dia mengeluarkan sebuah jaket berwarna biru langit dari dalam jok.
“Nih pake.”
Aku hanya menuruti, tidak tahu jika tindakanku mengikuti semua kemauan Langit hari ini merupakan hal yang tepat atau tidak.
✉📜
“Kita mau kemana?” tanyaku heran begitu motor laki-laki itu berhenti di depan sebuah apartemen.
“Apartemen gue, kalau lagi nggak pengen diganggu gue biasanya ke sini.”
“Trus ngapain ke sini.”