Mama menunggu di luar rumah dengan mukena yang masih ia gunakan, sepertinya usai shalat maghrib, tapi aku hanya tidak menyangka saja Mama sampai secemas itu hingga rela menunggu di depan rumah, apalagi dengan dengan suasana malam, angin yang bertiup saja mampu membuat bulu kudukku berdiri saking dinginnya.
“Mama kok nunggu di sini sih? Nggak dingin apa?”
“Salah kamu!”
“Yah, kan aku bilang kalo ada urusan gitu, lagian tadi juga sore aku udah telfon ada tambahan bahasa karena aku nggak tuntas ma.”
“Bahasa sendiri aja nggak tuntas, nggak malu sama bangsa sendiri?”
“Nggak tuh.”
Mama berdecak, kemudian barulah pandangan matanya berhenti pada Langit yang sudah berdiri di sampingku, usai memarkirkan motornya dengan aman, padahal sudah kusuruh pulang, tapi ia berdalih ingin bertemu Mama mertua, badebah.
“Eh, ada Nak Langit, jadi Alya sama kamu makanya pulang lambat, kenapa nggak bilang kalian pacaran dulu sih, pasti Mama bakal ngizinin.”
Aku memutar bola mata bosan, sepertinya Langit akan menjadi anak kesayangan Mama mulai saat ini.
Tapi tunggu dulu.
“Mama? Apa maksudnya dengan Mama?”
“Nggak ada yang salah ‘kan?” Mama beralih manatapku.
“What?”
“Iya tuh, mentari, nggak salah kan kalau aku manggilnya Mama?”
“Hah?”
Aku kenatap keduanya secara bergantian, tidak ada yang boleh memanggil Mama dengan sebutan Mama selain diriku, Mama dan Papa mutlak hanya milikku.
“Nggak! Nggak boleh! Sejak kapan Mama ngelahirin lo? Enak aja manggil Mama.”
“Yah, kok gitu sih ngomong sama pacar?” Langit memasang wajah yang dibuat sesedih mungkin.
Dan entah kenapa ia terlihat begitu menggemaskan.
Sepertinya aku sudah mulai gila akibat kejadian tadi.
“Pacar?”
Mama angkat suara, menatap kami berdua dengan bola mata bercahaya, seperti mendapat keajaiban yang selama ini ia tunggu-tunggu.
“Nggak! Jangan ngadi-ngadi deh lo! Kita nggak pacaran kok, Ma.”
Senyum Mama perlahan hilang, “Padahal Mama berharap kalian beneran pacaran, Langit tuh baik, santun, sopan.” Mama memuji Langit.
“Kita emang pacaran kok, Ma.”
“Gue bilang jangan manggil Mama!”
“Udah! Masuk dulu Langit, di luar dingin.”
Langit mengangguk, berjalan beriringan dengan Mama.