Ilustrasi menampilkan Alea duduk di mejanya pada malam hari, dengan cahaya lampu redup menerangi selembar surat misterius yang bercahaya. Wajahnya menunjukkan ekspresi bingung dan penasaran saat ia membaca isi surat itu. Di luar jendela, bulan bersinar terang, memberikan nuansa misteri pada suasana.
Ini adalah ilustrasi untuk Bab 1: Surat Pertama. Alea duduk di mejanya pada malam hari, membaca surat misterius yang bercahaya, dengan cahaya lampu meja yang hangat dan bulan bersinar di luar jendela, menciptakan suasana penuh misteri dan romansa.
Bab 1: Surat yang Mengubah Takdir
1. Hari yang Biasa, Hingga Sebuah Surat Tiba
Matahari pagi mengintip dari balik tirai kamar Alea Kirana, seorang mahasiswi sastra berusia 22 tahun yang tinggal di sebuah apartemen kecil di Yogyakarta. Kehidupannya biasa saja-kuliah, menulis puisi di blog pribadinya, dan bekerja paruh waktu di sebuah kafe.
Pagi itu, ia bangun dengan perasaan aneh. Seperti ada sesuatu yang akan terjadi. Ia merenggangkan tubuhnya, berjalan ke dapur untuk menyeduh kopi, lalu kembali ke meja belajar yang penuh dengan buku dan kertas coretan puisi.
Tiba-tiba, suara bel pintu berbunyi. Ia tidak mengharapkan siapa pun pagi itu. Dengan sedikit malas, ia berjalan ke pintu dan menemui seorang kurir yang menyerahkan sebuah amplop berwarna krem yang tampak kuno.
"Untuk saya?" tanya Alea heran.
Kurir itu hanya mengangguk. Setelah menandatangani tanda terima, Alea menutup pintu dan duduk di meja makan, menatap surat itu. Tidak ada nama pengirim. Yang ada hanya namanya sendiri dan alamatnya yang tertulis dengan tinta hitam.
Dengan ragu, ia membuka amplop itu dan menarik selembar kertas yang sudah menguning di ujungnya. Saat ia mulai membaca, dadanya terasa bergetar.
> "Alea, jika kamu membaca ini, maka waktunya sudah tiba. Aku menulis surat ini dari sepuluh tahun ke depan. Aku tahu ini terdengar mustahil, tapi percayalah, aku adalah dirimu di masa depan. Ada sesuatu yang harus kamu lakukan-atau seseorang yang harus kamu temui. Dia adalah bagian penting dari takdirmu, tapi juga seseorang yang akan membawa luka mendalam. Jangan menolaknya. Jangan lari darinya. Kau harus menemukannya. Namanya adalah Raka Adinata. Kau akan bertemu dengannya dalam waktu dekat, di tempat yang tidak kau duga."
Tangan Alea gemetar. Surat dari masa depan? Itu mustahil. Mungkin ini hanya lelucon. Namun, sesuatu di dalam hatinya membuatnya merinding. Nama itu-Raka Adinata-terasa asing, tetapi sekaligus familiar, seolah ia pernah mendengarnya di suatu tempat.
2. Misteri yang Membayang
Alea menatap surat itu berulang kali. Apakah ini hanya kebetulan? Atau seseorang sedang mempermainkannya?
Ia mencoba mencari nama Raka Adinata di internet, tetapi tidak menemukan apa pun yang spesifik. Hanya beberapa akun media sosial yang tampaknya tidak berhubungan dengan orang yang disebut dalam surat.
Saat ia hendak mengabaikan semuanya, ponselnya bergetar. Pesan dari sahabatnya, Nadia:
> "Alea, aku ada tiket pameran fotografi di galeri seni malam ini. Kamu mau ikut? Gratis, loh!"
Alea menatap pesan itu lama. Surat tadi menyebutkan bahwa ia akan bertemu seseorang di tempat yang tidak ia duga. Galeri seni bukan tempat yang biasa ia kunjungi.