Ilustrasi menampilkan Alea berdiri didepan perpustakaan sekolah, memegang surat misterius di tangannya. Ia terlihat ragu-ragu, sementara di belakangnya, seorang pemuda (Raka) tampak memperhatikannya dari kejauhan dengan ekspresi penuh rahasia. Suasana sore dengan cahaya matahari keemasan menambah nuansa nostalgia dan misteri.
Ini adalah ilustrasi untuk Bab 2: Jejak Masa Lalu. Alea berdiri di depan perpustakaan sekolah, memegang surat misterius dengan ekspresi ragu. Di kejauhan, Raka memperhatikannya dengan ekspresi penuh rahasia, sementara cahaya senja menciptakan suasana nostalgia dan misteri.
Bab 2: Pertemuan Takdir (Bagian 1)
1. Nama yang Terukir di Ingatan
Alea masih berdiri di depan foto itu, pikirannya penuh dengan pertanyaan. Raka Adinata. Nama itu kini bukan hanya sekadar tulisan dalam surat misterius, tapi nyata. Ia benar-benar ada.
Nadia kembali setelah berbincang dengan beberapa kenalannya. "Alea, kenapa bengong?" tanyanya sambil melirik ke arah di mana Raka tadi berdiri. "Siapa cowok yang barusan ngobrol sama kamu?"
"Raka Adinata," jawab Alea tanpa mengalihkan pandangannya dari foto di depannya.
Nadia mengernyit. "Fotografer itu?" Ia melihat ke arah pintu galeri, tempat Raka tadi pergi. "Dia terkenal di komunitas fotografi, lho. Aku pernah dengar namanya. Katanya dia jenius, tapi tertutup dan jarang bicara dengan orang lain."
Alea masih terdiam. "Dia tahu namaku."
"Serius?"
Alea mengangguk. "Padahal aku nggak ingat pernah menyebutkan namaku tadi."
Nadia menatapnya dengan ekspresi penuh tanya. "Mungkin dia pernah melihatmu di suatu tempat?"
"Mungkin..." Alea menggigit bibir bawahnya. Tapi hatinya mengatakan ini lebih dari sekadar kebetulan.
Seolah ada benang tak kasat mata yang menghubungkan mereka.
---
2. Surat Kedua
Malam itu, Alea tidak bisa tidur. Ia memikirkan Raka, memikirkan surat yang entah dari mana asalnya.
Setelah berguling di tempat tidur selama berjam-jam, ia akhirnya bangun dan berjalan ke meja belajar. Amplop surat pertama masih ada di sana, di samping laptopnya.
Tapi saat ia hendak menyimpannya ke dalam laci, sesuatu membuatnya terdiam.
Ada amplop lain di sana.
Jantungnya berdetak lebih cepat. Tangannya gemetar saat ia mengambil amplop itu. Sama seperti yang pertama—tidak ada nama pengirim, hanya namanya sendiri yang tertulis di bagian depan.
Dengan napas tertahan, Alea membuka surat itu dan mulai membaca.
> "Alea, kau sudah menemukannya. Tapi ini baru awal. Aku tahu kau merasa penasaran, ingin tahu siapa dia dan bagaimana dia berhubungan dengan hidupmu. Aku akan memberitahumu satu hal: jangan jatuh cinta padanya."
"Raka Adinata bukan hanya seseorang yang akan mengubah hidupmu—dia juga seseorang yang bisa menghancurkannya."
Surat itu terjatuh dari tangan Alea.
Jangan jatuh cinta padanya.
Kata-kata itu berulang kali terngiang di kepalanya.