HAMPIR satu jam lamanya Ayu duduk di depan meja belajar, tetapi konsentrasinya tetap saja tidak bisa terfokus pada tugas laporan siklus akuntansi yang mesti ia kerjakan. Ayu mengempaskan punggung pada sandaran kursi dan menyerah pada pulpen dan kalkulator di tangannya.
Oke, Ayu ... laporan ini harus kamu kumpulkan besok, sementara analisis Jurnal Umum aja baru setengahnya beres.
Tidak, ini bukan masalah kapabilitas otak Ayu mengerjakan tugas kuliahnya. Tugas semacam ini makanan sehari-harinya. Akan tetapi, gara-gara surat yang ditemukannya, kini relung hati Ayu dilanda gundah dan bahagia dalam waktu bersamaan.
"Mimpi apa ya aku semalam?" gumam Ayu pada dirinya sendiri. Oh, ia masih ingat semalam mimpi dikejar-kejar ayam jago raksasa. Lalu ia melemparkan garam beryodium ke jengger ayam raksasa itu. Tak lama kemudian, berubahlah menjadi semur ayam yang endes.
Arrrgh! Gara-gara sebelumnya membacakan Chia dongeng Timun Mas, malah jadi terbawa mimpi.
Kembali untuk masalah surat itu, sekalipun mimpi, Ayu pasti tidak akan mau bangun sampai ia percaya bahwa surat itu benar-benar dari Raden. Ya, seniornya yang sejak awal sudah membuatnya panas dingin.
Ingatan Ayu kembali menguraikan kejadian tadi siang, di mana tanpa sengaja ia memergoki Raden yang diam-diam menyelipkan sesuatu di antara lembaran bukunya. Ayu yang hobi membaca, kerap membawa buku novel favoritnya sekadar untuk dibaca saat waktu luang atau sambil menunggu jam kuliah dimulai.
Siang tadi tanpa sadar buku novelnya tertinggal usai ia makan di kantin bersama Dara. Ayu pun segera kembali lagi ke kantin untuk mengambil bukunya. Dan di saat itulah ia melihat apa yang dilakukan Raden.
Kertas surat berwarna merah jambu yang dilipat ala origami berbentuk hati itu dikeluarkan Ayu dari dalam laci meja belajarnya. Sekali lagi, dibacanya surat bertuliskan tangan seorang Raden Abhinanda Khalavi itu.
Sebelumnya maaf kalau saya nggak seromantis pujangga yang pandai merangkai kata. Saya sendiri merasa mengirim surat semacam ini adalah cara yang konyol untuk berkenalan denganmu. Terus terang, untuk menulis surat ini saja udah menguras kerja otak saya selama berjam-jam.
Kita memang belum pernah berdekatan secara langsung. Saya juga nggak yakin apa kamu udah mengenal saya. Tapi saya sering melihatmu datang menonton di setiap pertandingan basket kami. Termasuk di pertandingan basket minggu lalu.