Surat Merah Jambu untuk Gadis Minyak Telon

Arineko
Chapter #7

Perasaan Sesungguhnya

LAPANGAN basket outdoor tampak bersih dari para pemainnya. Oh, mungkin tidak juga. Agaknya masih ada seorang pemuda yang tengah duduk menyendiri sambil menyandarkan punggungnya pada partisi jaring kawat pinggiran lapangan itu. Namun, tidak untuk bermain basket, Raden—pemuda itu—tidak bisa berhenti menyibukkan pikirannya dengan semua hal yang dilaluinya bersama Ayu di Taman Bianglala kemarin. Terlebih oleh adanya si kecil Chia.

Mereka bertiga makan es krim bersama. Raden sangat senang saat menemani Chia membangun istana pasir. Hingga dada Raden tak lekang dilingkupi kehangatan setiap kali Chia memanggilnya 'ayah'. Tak terhitung berapa banyak Raden bisa tertawa lepas ketika seharian itu serasa menjadi kepala keluarga yang sedang mengajak jalan-jalan keluarga kecilnya. Ada ayah, ada bunda, juga ada si buah hati.

Kurnia Ayuningtyas. Mahasiswi semester dua jurusan Akuntansi. Aktif di Lembaga Dakwah Kampus.

Raden tak mengira akan seserius ini mencari tahu tentang Ayu. Sungguh, Ayu memang berbeda dari kebanyakan gadis yang ia kenal. Ayu yang bersahaja. Ayu yang berhati keibuan. Ayu yang sehangat aroma minyak telon.

"Maaf ya, Kak Raden ... dari tadi kita ngobrol, pasti Kak Raden nggak nyaman ya sama bau minyak telon saya. Soalnya Chia bakal nangis kalau saya nggak pakai juga minyak telon seperti dia."

Tanpa sadar, Raden tersenyum kecil mengingat Ayu yang sempat minder karena bau minyak telonnya. Ayu ... Chia ... kenapa Raden tak bisa berhenti memikirkan mereka berdua?

Raden terperanjat ketika sebuah telapak tangan tahu-tahu menyentuh dahinya seperti baru saja mengecek suhu tubuh.

"Pantes, lha wong panas. Mimik obat dhisit biar rada warasan."

"Apaan sih, Jon?!" hardik Raden menyingkirkan tangan Jono dari dahinya.

Jono terkekeh seraya menyebelahi duduk Raden di lantai beton lapangan basket bercat epoxy tersebut. "Lha koen juga ngapain ngelamun sendirian nang kene? Kayak bocah ilang bae. Awas, digondol Mak Lemper, eh Mak Lampir baru tahu rasa." Tawa Jono berdendang lebih keras.

Raden hanya berjengit malas meladeni lawakan garing teman semprulnya itu.

Lihat selengkapnya