Bintang pesantren atau mbak nujum, itulah nama laqobku. Aku sangat risih dengan sebutan itu, cukup lebay telingaku menerimanya. Namun mana bisa ku mengelak, nama itu sudah merebak luas dikalangan santri. Apalagi yang pertama kali memberi laqob itu adalah guru kesayanganku. Mbak Chajar. Yah, dikalangan pesantren Darul Haq, guru pesantren disebut dengan sebutan mbak atau mas, bukan pak atau ibu. So, aku berpura-pura bahagia dan lapang menerima nama tersebut. Setidaknya masih ada dikalangan santri yang memanggil namaku dengan sebutan mbak Diva, seperti dek Husna misal.
Jarakku dan dek Husna hanyalah dua tahun, aku jenjang akhir Ulya, kelas 3 Madrasah Diniyyah Ulya A, sedangkan dek Husna kelas 1 Madrasah Diniyyah Ulya H. Setiap tingkatan jenjang akhir, dipesantren kami ada istilah safari dakwah diberbagai pelosok. Hem, ibaratnya semacam KKN sistem pesantren untuk mengabdi langsung kepada masyarakat. Oleh karena itu, seluruh estafet kepemimpinan yang diamanahkan kepadaku beralih pada kepingan-kepingan selanjutnya. Dan alhamdulillah, LPJ kepengurusan asrama telah paripurna tadi.
Semua keorganisasian pesantren telah goal. Tinggal kuliah yang belum. Disini dalam garis besar selesai, kalau maximal sih belum. Masih banyak minusnya. Namun, bukankah tiada yang sempurna pada sebuah proses? Kita hanya berupaya meneruskan dan memperbaiki celah dari tahun ke tahun apapun yang telah diamanahkan. Itupun karena bimbingan dewan senior. Jadi, tiada kehebatan apapun dalam diriku. Hanyalah doa-doa dari guru dan bimbingan senior yang begitu tulus menjadikanku tangguh menjalankan beberapa sektor amanah.
Berbagai ruang tumbuhku sangatlah mencekam, curam dan berliku. Yah, harus kuakui, aku memang punya garis keturunan bisa melihat hal-hal gaib. Namun, itu sungguh menyiksa. Setiap hari. Aku seakan tercekik keadaan, semesta tak bersinar. Hanya ada kabut menyeramkan yang kulihat dipesantren ini. Apalagi, pesantren ini memang banyak sekali jin santri yang ikut mengaji. Kadang mereka mengajakku bercengkrama tatkala santri-santri tertidur. Ada juga jin yang nakal dan suka jail. Namun, jin pondok jauh lebih halus dan sopan dari jin-jin yang kutemui dipasar-pasar atau rumah-rumahan.
Dan malam ini aku terbangun lagi diangka 03.00 WIB setelah tadi beberapa jam menemani dek Husna belajar dikoridor asrama yang sepi temaram. Sekiranya aku menghitung sudah 1000 malam aku belajar bareng dengannya dalam hal apapun terutama kitab kuning dengan dek Husna (mretheli kitab kuning). Dia yang meminta, karena banyak hal. Oke, nanti kuceritakan lagi kalau ingat, kenapa aku sedekat itu dengan dek Husna bahkan melebihi adik kandungku sendiri?
Tepat dipesantren ini, Ponpes Darul Haq yang terkenal dikalangan luas. Ada hal-hal mistik yang terkemas rapi dalam bingkai sejarah. Aku membuka lipatan memori dari kisah-kisah dewan senior yang berhasil aku rangkum dibenak. Mbak Qumayla adalah salah satu narasumber kisah supranatural tervalid yang kutemui. Setiap kisah mistis dari tahun ke tahun bahkan senior-seniornya, ia abadikan dalam catatan pribadinya sekecil apapun kisahnya, sepandai itu dia berternak himpunan kisah mistis. Ia pernah mengulurkan diary himpunan kisah keramat itu kepadaku. Yah, aku masih ingat, warna bukunya coklat tua, bercorak menyeramkan dari segi sampul. Seperti darah dan air mata. Kala aku menerimanya, sungguh mual. Tapi tetap saja aku baca. Menetaskan segala tepi pertanyaan yang melingkar-lingkar dalam benak. Namun, bagiku hal mistis dipesantren Darul Haq terbilang standar, tidak tragis seperti yang kalian bayangkan. Jin-jin yang bersemayam disini cukup terseleksi dan baik-baik lah, tidak sampai membunuh dan menyakiti berlebihan, ya paling sedikit jail. Tak heran, jin-jin kalangan santri itu diterima menjadi santri para masyayikh. Bahkan berdasarkan cerita yang beredar, sejak dahulu, saat santri-santri liburan dan pulang kerumah masing-masing, masyayikh dengan sabar mengajar santri-santri berbangsa jin. Sehingga kegiatan belajar mengajar tak pernah berhenti baik di kalender aktif pembelajaran maupun tidak aktif pembelajaran.
Sebelumnya, aku deskripsikan dulu pondok kesayanganku ini. Ponpes Darul Haq terletak dipinggir jalan provinsi, jadi masih terbilang kota. Pesantren ini diapit dua pabrik besar yaitu pabrik tempe dan pabrik minuman bersoda. Sayang, pabrik minuman bersoda tersebut sudah tidak beroperasi sekitar 47 tahun lalu. Hal ini tentunya tak jauh dari hal-hal mistis yang melingkari pabrik itu. Namun, untungnya pondok kami dibentengi dengan doa dan mujahadah-mujahadah rutinan yang menjadi benteng kokoh penghalang jin-jin liar masuk. Konon, sejak dulu pondok pesantren kami terselimuti cahaya yang membentuk kristal-kristal penawar makhluk-makhluk jahat masuk. Itu semua berkat tirakat luar biasa dari masyayikh, atas izin dan taufiq Allah tentunya. Itulah kenapa jin yang ada disini kebanyakan jin Islam yang tau aturan Allah? Bukankah bumi ini memang diciptakan untuk saling berdampingan dan tak boleh egois. Ya, Allah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah. Jika tidak mau ibadah, berarti dia meninggalkan aturan.
Selain bersebelahan dengan pabrik, pondok ini juga memiliki berbagai lini instansi yang masih satu yayasan dibawah naungan ponpes Darul Haq. MTs Darul Haq, MA Darul Haq, dan Institut Darul Haq. Ketiga instansi itu berada diluar asrama, tepatnya diseberang jalan raya provinsi, sebelah utara jalan. Sedangkan ponpes putra putri berada diselatan jalan raya dengan gerbang besi menjulang tinggi. Sebelah kiri pesantren putri, terdapat pabrik pembuatan tempe terkenal diseluruh jagad maya dan nyata yang bernama Tempe Akasia Asia.