Aktivitas rutinan santri pada hari ini kembali dimulai, setelah peristiwa berkabung berlalu. Para pengurus kembali aktif patroli halus mengamankan santri-santri yang telat bangun, ngaji pagi, dan berangkat sekolah.
Tidak heran, adakalanya santri punya rasa lelah dan malas. Apalagi setelah kegiatan diliburkan paksa, libur peringatan hari besar, maupun diliburkan. Namun, tergantung upaya menepisnya agar kemalasan tidak tumbuh rimbun dalam diri santri. Pengurus pondok sekaligus ketua kamar dan pengampu bertugas mengamankan santri-santri yang tidak tertib.
Ta'zir atau hukuman bagi pelanggar aturan menjadi salah satu sarana tazkiyah yang tidak hanya berfungsi sebagai efek jera, melainkan pembersihan hati. Itulah alasan santri memasangkan niat bagi siapapun yang mendapatkan ta'zir untuk membersihkan hati.
Aku menjalankan aktivitas keseharianku dengan teman-teman karyawan pabrik tempe Akasia Asia. Setelah aktivitas pembuatan tempe menyibukkanku, aku sedikit lupa akan kepergian mbak Diva. Namun, tatkala pekerjaan selesai, bayangnya menghampiriku dengan segala sikap jailnya.
Seperti hari sebelum kepergian mbak Diva, mbak Alesh datang ke rumah produksi tempe. Aku segera memeluknya dan menumpahkan segala tangis kepergian mbak Diva. Sungguh, aku masih belum siap kehilangan. Aku sangat yakin, mbak Alesh pun merasakan hal yang sama. Kami masih sama-sama terpukul dan saling menguatkan satu sama lain.
"Sudah, semua akan baik-baik saja." Tutur lembut mbak Alesh.
"Aku masih belum siap mbak." Ucapku.
"Kau harus siap saat hal-hal tak kau inginkan terjadi padamu. Terutama kepergian mbak Diva, kita sama-sama merasakan kehilangan yang amat dalam." Dia kembali memelukku. Air mataku kembali pecah dibahunya.
"Terimakasih ya mbak atas semuanya."
"Sama-sama. Yasudah, ini rendangnya kamu bawa pulang, nanti dimakan dipesantren bareng teman-teman."
"Terimakasih banyak mbak."