Malam ini, seperti biasa, aku duduk didepan asrama, tempat yang biasa dibuat belajar bareng mbak Diva. Jarum jam menunjukkan angka 00.20 WIB. Malam ini langit tampak bersahabat. Ia menyuguhkan gemerlap bintangnya. Setidaknya, aku tak sendirian, jutaan bintang menemaniku menyelami indahnya ilmu pengetahuan.
Kata sahara layali membekas ditelingaku. Itu artinya ada kemuliaan luar biasa diwaktu malam, terkhusus pencari ilmu. Para ulama menyalakan malamnya sebagai kendaraan untuk memperoleh sesuatu yang mulia, yaitu ilmu.
Pantas saja mbak Diva selalu menyalakan malam, dibalik lorong panjangnya yang luar biasa, justru ia mendapatkan kemuliaan untuk mereguk ilmu yang sangat mulia. Ya, ujiannya memang luar biasa, namun itulah yang menjadikannya tangguh sampai mengantongi bekal untuk kehidupan akhiratnya. Masih terlalu muda sebenarnya untuk pulang, namun ketulusan dan amal-amalnya mungkin akan menghantarkan pada kebahagiaan hakiki, terlebih ridho-Nya. Ya, ridho Allahlah yang dapat menjadikannya bahagia dikeabadian sana. Sedangkan aku? Aku masih berbalut dosa. Pemarah, pendendam, egois, dan banyak sekali keburukan lainnya.
Semesta dan rasa kehilangan telah menyadarkanku, betapa buruk konotasi diri. Namun, aku bersyukur masih diberi kesempatan hidup untuk memperbaiki segalanya. Aku buka kitab Talim Muta'alim. Kubaca untaian indah literatur salafi karangan syaikh Zarnuji. Betapa banyak cara untuk menempuh ilmu yang bermanfaat didalamnya. Bukankah ilmu sebanyak apapun, jika tiada manfaat akan sia-sia?
Dari kitab ini, yang pertama yang harus diperbaiki adalah niat. Niat mencari ilmu untuk memperoleh ridho Allah, menghilangkan kebodohan dan menegakkan agama Allah. Bukan semata-mata untuk mencari perhatian manusia dan dipuji.
Setelah beberapa menit membaca kitab indah itu, aku mengakhiri belajar malamku kali ini dengan bacaan tahmid dan doa kafaratul majlis. Memohon agar senantiasa dibimbing akalnya untuk dapat menemukan kebenaran yang hakiki dan terhindar dari kesalahpahaman yang tersirat dalam memahami makna.
Aku teringat, aku pernah dibelikan buku booknote kecil oleh mbak Diva. Aku merogoh tasku. Aku terkejut ketika yang keluar pertama adalah surat dalam bentuk lipatan. Ya, tidak salah lagi, surat itu mirip dengan surat misterius yang pernah datang padaku kala itu, sebelum kepergian mbak Diva. Nah, ini ada lagi.
Aneh.
Sangat aneh.
Apakah ini ujian bagi penuntut ilmu?
Disaat aku mau fokus untuk menyalakan malam, haruskah datang ujian semacam ini?
Pesan mbak Diva kembali bertengger dibenakku. "Orang yang punya cita-cita tinggi, biasanya ujiannya luar biasa sehingga membutuhkan kesabaran yang luar biasa."
Aku mulai membuka surat misterius itu. Masih sama dengan kemarin, diujung surat terdapat setetes darah. Apakah si pengirim memang gaib?
Dear Husna